Aksa bangkit perlahan, merasakan sesuatu yang telah lama hilang---kebebasan. Ia tidak bisa lagi memprediksi apa yang akan terjadi dalam lima menit ke depan. Hujan yang membasahi kulitnya terasa begitu dingin, menggigit hingga ke tulang. Ia menggigil, merasakan setiap tetes air yang jatuh di wajahnya. Udara dingin merasuk ke paru-parunya, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa... hidup.
Ia melihat sekeliling, orang-orang berlarian mencari perlindungan dari hujan. Beberapa menatapnya dengan keheranan, tapi ia tersenyum---sebuah senyuman tulus yang datang dari rasa syukur mendalam.
Ia berjalan perlahan, merasakan tanah licin di bawah kakinya. Setiap langkah adalah misteri, setiap detik penuh kemungkinan tak terduga. Dan ketika ia tersandung oleh batu yang tidak ia duga, ia tertawa.
Tawa itu kecil, namun begitu melegakan. Akhirnya, ia merasa terkejut lagi---perasaan yang selama ini hilang dari hidupnya. Ia sadar, ketidaktahuan adalah sebuah berkah yang tak ternilai. Dalam ketidakpastian, manusia menemukan keindahan hidupnya. Tanpa rasa terkejut, tanpa rasa takut, atau kebahagiaan mendadak, hidup hanyalah lembaran kosong yang tak berarti.
Petir telah membawanya kembali, bukan hanya ke dunia nyata, tetapi ke jiwanya yang sempat hilang. Ketika hidup tak lagi bisa ditebak, saat itulah ia benar-benar merasa hidup.
Dan kini, Aksa berjalan tanpa tahu apa yang akan terjadi esok hari---dan itulah hal terindah yang bisa ia rasakan.
TAMAT
"Jika hidup dapat diprediksi, maka hidup akan berhenti menjadi hidup dan tidak memiliki rasa." -- Eleanor Roosevelt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H