Mohon tunggu...
ahmad muzoffar
ahmad muzoffar Mohon Tunggu... -

saat ini saya sedang belajar di PKnH FIS UNY

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Demokrasi di Ibu Kota

7 Maret 2013   01:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:12 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah perang dunia II berakhir, demokrasi muncul menjadi sistem politik yang menarik perhatian. Sekitar 1950-an awal, UNESCO mengadakan studi tentang demokrasi yang melibatkan cendekiawan yang berasal dari barat dan timur. Hasil studi tersebut melahirkan tanggapan positif tentang demokrasi. Semenjak itulah untuk pertama kalinya demokrasi dianggap sebagai model ideal dalam sistem politik. Negara-negara yang awalnya totaliter pun berubah haluan menjadi demokrasi.

Menurut Koentjoro Poerbopranoto, demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan Negara dimana dalam pokoknya semua orang (rakyat) adalah berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah. Pendapat Koentjoro selaras dengan konstitusi Indonesia, UUD NRI Tahun 1945 dalam pasal 28D (3) yakni, “Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

Fenomena Joko Widodo yang akrab disapa dengan Jokowi nampaknya masih hangat diperbincangkan di semua lapisan masyarakat. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga merambah dunia internasional. Tidak hanya elite politik yang marak membahas keberhasilan beliau dalam memenangkan Pilkada DKI Jakarta, namun kalangan masyarakat awam pun tidak kalah ramainya membahas tentang fenomena ini. Ketika dunia perpolitikan negeri ini seakan tidak bergairah karena banyaknya permasalahan yang tidak henting menghadang, sosok Jokowi datang dengan membawa angin segar serta segudang harapan khususnya bagi masyarakat Jakarta yang haus akan ketenangan dan kesejahteraan hidup di kota metropolitan.

Banyak hal yang menarik dalam membahas mantan walikota Solo ini, tidak hanya prestasi beliau yang selangit, tetapi juga tentang kebiasaan dan bagaimana beliau mencuri hati masyarakat dengan sentuhan tangan lembutnya. Keberhasilan Jokowi menjadi Gubernur DKI memang tidak lepas dari dukungan dan kepercayaan masyarakat yang merasa sosok Jokowi lah yang selama ini dicari-cari oleh Jakarta. Keterbukaan dan keramahan Jokowi seakan menyihir mata rakyat sehingga mereka merasa yakin bahwa hanya Jokowi yang mereka butuhkan saat ini untuk memimpin Jakarta. Tak ayal, ketika kedatangan Jokowi untuk terjun langsung ke masyarakat disambut meriah bak seorang pangeran kerajaan yang menjumpai rakyatnya.Berangkat dari Fenomena diatas, kita semua mengetahui bahwa pasangan Jokowi-Ahok memang bukan warga asli Betawi. Jokowi berdarah Jawa, sedangkan Ahok berdarah Tionghoa. Namun, menariknya, masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta saat ini membuka mata sehingga tidak lagi mementingkan etnositas. Ketika mereka memandang Jokowi-Ahok yang memang pantas menjadi pemimpin mereka, tidak peduli lagi darimanakah beliau berasal dan keturunan dari suku apakah beliau. Ini terbukti ketikaJokowi-Ahok memenangkan Pemilukada pada putaran pertama dan kedua. Itu berarti pasangan Jokowi-Ahok mengalahkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang notabene adalah darah asli Betawi. Hal ini menunjukkan adanya fenomena pengindonesiaan demokrasi dan etnositas sudah bukan lagi masalah yang bisa menghambat seseorang untuk berpolitik. Masyarakat sudah mengubah pola pikirnya dalam berpolitik dan memiliki kepedulian yang cukup besar dalam memikirkan bagaimana nasib daerah dan tentu kehidupannya diatas Negara Indonesia yang beragam.

Bila kita telusuri, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama partai Gerindra terbilang cukup berani memasangkan Jokowi-Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Pasalnya pasangan tersebut bukanlah darah asli Betawi dan keduanya merupakan warga sipil. Padahal, sistem politik yang berjalan selama ini selalu mengusungkan calon kandidat yang merupakan darah asli daerah setempat. Selain itu, biasanya partai juga menduetkan calon dari kalangan sipil dengan militer, seperti pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono dan Fauzi Bowo-Nachrowi ramli. Pencalonan pasangan ini dinilai fenomenal dan merupakan keputusan yang berani karena mendobrak ssemua paham mainstream yang ada tentang latar belakang kandidat kepala daerah. Terbilang berani karena keduanya merupakan orang luar Jakarta dan sama sekali tidak memenuhi demografi mainstream yang selama ini ada, karena Jokowi adalah orang Solo, sedangkan Ahok adalah orang Belitung yang berdarah Tionghoa. Namun pasangan ini lebih menonjolkan kualitas personalnya masing-masing serta kapabilitas beliau dalam memimpin kota yang penuh dengan permasalahn ini.

Kedua figure ini memang dikenall mempunyai reputasi yang sangat baik ketika menjabat di daerahnya masing-masing. Jokowi piawai dalam menata kota Solo terutama dalam penataan Pedagang Kali Lima (PKL) tanpa menggunakan kekerasan oleh aparat Satpol-PP. Beliau juga member syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan public hingga melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka yang disiarkan oleh televise local dengan masyarakat. Selain itu, Jokowi memang dikenal oleh rakyatnya sebagai sosok yang sederhana, ramah, dan bersahaja. Dengan demikian, tidak salah ketika Jokowi dinobatkan sebagai walikota terbaik periode 2010-2011 lalu. Sedangkan pasangannya, Ahok menjadi Bupati Belitung Timur (2005-2010) juga dikenal sebagai sosok yang bersih. Pada tahun 2007, Bupati pertama dari keturunan Tionghoa ini mendapat penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi dan Gerakan Tiga Pilar Kemitraan. Politisi yang kini menyeberang ke Partai Gerindra ini juga pernah membuat kebijakan fenomenal dengan menggratiskan biaya pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi kepada seluruh warga Belitung Timur.

Tidak heran jika banyak yang menyebut pasangan Jokowi-Ahok adalah pasangan fenomenal.

Tidak heran jika banyak yang menyebut pasangan Jokowi-Ahok adalah pasangan fenomenal. Karena duet pasangan ini adalah duet kaum mayoritas-minoritas karena Jokowi adalah orang Jawa yang merupakan etnis mayoritas di Indonesia, sedangkan Ahok adalah orang Tionghoa yang merupakan etnis minoritas di Indonesia. Jokowi-Ahok juga menggambarkan pluralisme di Indonesia. Dari segi etnis, Jokowi adalah orang Jawa asli, sedangkan Ahok adalah orang Tionghoa. Sedangkan dari segi kepercayaan, Jokowi menganut agama Islam, sedangkan Ahok menganut agama Kristen. Ini jelas fenomena yang langka dan tidak pernah ada sebelumnya dalam Pilkada DKI Jakarta. Selain itu, duet Jokowi-Ahok juga mempresentasikan duet pasangan muda yang sukses, bersih, dan transparan. Inilah sosok-sosok yang dibutuhkan untuk memimpin Indonesia menuju perubahan ke arah yang lebih baik

Kembali pada fenomena Jokowi yang begitu menggetarkan dunia, kita perlu meneladani sosok beliau sebagai figur yang bersih dan amanah. Kesederhanaan dan kesahajaan beliau terbukti mampu membawanya sebagai figur yang amat dicintai rakyat. Beliau tidak butuh kemewahan layaknya para pejabat yang selalu menonjolkan kemewahan dan reputasinya sebagai kepala daerah, tanpa menonjolkan kualitas personalnya sebagai pemimpin rakyat. Sebagai pemimpin muda yang mengawali generasi baru dalam dunia perpolitikan Indonesia, Jokowi selalu menumpahkan ide-ide kreatifnya dan selalu memunculkan inovasi baru untuk kemajuan daerahnya. Salah satu bukti dari ide kreatif Jokowi adalah dengan diluncurkan mobil nasional ESEMKA yang saat ini menjadi mobil kebanggan masyarakat Indonesia, khususnya warga Solo. Tidak heran, Jokowi yang merupakan warga sipil saat ini menjelma menjadi panutan kaum elite. Pujian dan sanjungan kepada Jokowi tidak hanya datang dari kaum awam saja, tetapi pejabat pemerintahan serta elite politik juga tidak kalah menyanjung beliau.

Jakarta sebagai miniatur Indonesia, sudah saatnya dipimpin oleh orang-orang yang bersih, jujur, dan amanah, tanpa memandang etnis, suku, ras, maupun agama. Saat ini Jokowi hadir di tengah masyarakat yang haus akan pemerintahan yang bersih dan terpercaya. Masyarakat nampaknya sudah muak dengan segala permasalahan yang tiada henti mengguncang tanpa ada satupun permasalahan yang bisa diselesaikan secara tuntas. Walaupun Jakarta berbeda dengan Solo, dengan segala kompleksitas permasalahan yang ada, namun dengan modal kepercayaan dan dukungan kuat yang diberikan oleh masyarakat kepada Jokowi-Ahok, diharapkan pasangan baru tersebut dapat mempresentasikan kepentingan-kepentingan rakyat yang mewakili semua golongan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun