Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanggapan artikel “Apa Jadinya andai Bom Atom Meledak di Jakarta?”

11 Agustus 2015   07:36 Diperbarui: 11 Agustus 2015   07:36 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggapan artikel “Apa Jadinya andai Bom Atom Meledak di Jakarta?”

 

Indonesia boleh berbahagia dengan kebebasan pers yang dimiliki saat ini, hingga artikel “Apa Jadinya andai Bom Atom Meledak di Jakarta?” yang dimuat KOMPAS.com 06 Agustus 2015 lalupun tak lagi mengundang petaka dari penguasa. Sila bandingkan sendiri dengan kisah seorang pelukis (atau kartunis?) di era Sang Jendral, yang melukis potret diri lalu memberi judul “Presiden Tahun 2025”, menjadi begitu direpoti aparat hukum.

Tapi biarlah itu menjadi milik masa lalu, dan biarkan sejarah membersihkan peristiwanya sendiri, karena hari ini saya hanya ingin menanggapi artikel Kompas di atas, dan bukannya mengkritisi presiden di era apapun…^_

Ya, apa jadinya andai Bom Atom Meledak di Jakarta?

Ada beberapa kemungkinan menarik yang berpotensi terjadi.

Pertama, Indeks korupsi pada hari itu akan langsung melorot drastis seperti kolor bekas pakai milik bos gendut yang dibeli oleh si kurus. Penyebab utamanya hanya satu, karena banyak pejabat yang tewas pada hari itu.

Tapi jangan bersorak dulu, karena keesokan harinya, para pejabat mujur yang kebetulan tengah sibuk menghabiskan anggaran negara untuk berkampanye pribadi ke wilayah pelosok, akan langsung beramai-ramai mudik ke sarang hantu dan membuat mega proyek, “Ayo, bangun kembali kota Jakarta menjadi lebih suci bagi kita…!!!” yang dengan sulap wacana berapi-api khas pejuang era tahun 45-an dulu, akan langsung menarik nasionalisme publik untuk mendukung habis-habisan lalu menekan negara untuk mengucurkan triliunan rupiah. Hasilnya? Bangunan yang paling megah tentu saja komplek senayan, lengkap dengan bunker serta benteng untuk melindungi kelompok sendiri ketika barangkali kelak berulang lagi gelombang besar penyaluran aspirasi masyarakat yang pernah melengserkan kekuasaan tersolid tahun 1998.

Sisa dana pembangunan Imperium Senayan Super Sakti yang tersisa agar korupsi pembangunannya tak terlalu terlihat, barulah dialokasikan untuk membangun kampung larik untuk warga Jakarta. Tapi hanya cikal bakal fondasinya semata, yang berlanjut dengan pembentukan posko pengungsi dari gabungan parpol sebagai wujud kepedulian memperjuangkan nasib rakyat, dengan slogan modus untuk mendukung Mr. Anu Tuan Ono sebagai Calon pucuk pimpinan tertinggi negeri jika ingin kampung larik tersebut selesai.

Dan semua kejadian tersebut langsung mengingatkan kita pada sebuah anekdot.

Suatu hari seorang guru fisika memberikan pertanyaan kepada para siswa, "Jika dalam sebuah pesawat boeing 777 yang ditumpangi oleh 250 anggota DPR mengalami kegagalan mesin dan jatuh di laut lepas, berapakah kemungkinan yang selamat?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun