Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Lomba PK] Arjuna di Medsos: Legenda Sempak Terlarang

2 Juni 2016   07:28 Diperbarui: 2 Juni 2016   21:10 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Maksud kamu si Udin anaknya Pak Erte Ngamerta yang akan membayar tagihan es cendol kalian?” selidik Begawan Vyasa dengan mata menyipit hingga hanya pupilnya yang terlihat menyorot.

“Eh… Anu… Bukan, Bang Avy…” dipandang seperti itu Juna semakin gagap. “Maksud saya… Udin alias Utang DIngiN bin utang dulu…” sahut Juna dengan sorot mata yang dibuat semelas mungkin.

Suasana terasa semakin hening. Dan dalam hening yang mengundang hawa merinding itulah Juna tegak dengan jengah karena diputari oleh Begawan Vyasa, yang memperhatikannya dari ujung kempol hingga ujung jidat. Sementara dilingkaran terluar tampak Nakula, Sadewa juga Bima tak kalah cemas menanti hasil akhir ‘pertempuran’ di tengah gelanggang hutang-piutang tersebut dengan hati yang amat kebat-kebit.

Mendadak Begawan Vyasa melayangkan tamparan ke kepala Arjuna dengan amat lesat, membuat Nakula-Sadewa juga Bima terkejut sambil berteriak, “Jangan, Bang Avy…!!!” tanpa sempat berbuat apapun demi membantu Juna.

Tapi sebelum menyentuh kepala Juna, Tamparan Begawan Vyasa yang penuh tenaga tersebut tahu-tahu berubah menjadi cengkeraman, hingga akhirnya mendarat di kepala Juna dengan lembut dan mengacak-acak rambut gondrong Juna sambil terkekeh puas.

“Tidak sia-sia kau belajar pada Si Tua Durna, Juna. Keberanianmu memang patut diacungi jempol!” puji Begawan Vyasa sambil  tersenyum, yang belum lagi Juna menimpali dengan beberapa deret kalimat penuh adat sebagai basa-basi peradaban, kembali Begawan Vyasa melanjutkan kalimatnya: Dengan mata melotot.

“Tapi jika lain kali kau mempergunakan ajian menukar kepala dengan batu kepadaku, maka akan kulucuti semua ilmu yang pernah kuberi tahukan kunci pemahamannya kepadamu dulu!”

Agak memucat wajah Juna mendengar ancaman Begawan Vyasa, sebelum akhirnya hanya bisa menunduk pasrah buah rasa bersalah.

“Dan kalian yang mengaku sahabat-sahabat terbaik, Juna!” telunjuk Begawan Vyasa menuding Nakula, Sadewa serta Bima yang masih pias buah kejadian yang mengejutkan tadi. “Belajarlah lagi untuk lebih memahami tentang apa itu persahabatan… dan bukannya mencari aman dengan menumbalkan teman lalu berpura-pura simpati melalui ucapan!”

“Karena persahabatan sejati tak pernah terucap melalui lisan!” kali ini wajah Begawan Vyasa amat serius saat berbicara. “Karena sahabat sejati hanya mengungkap semua melalui tindakan… DEMI SAHABATNYA…!!!” tandas Begawan Vyasa lagi, yang langsung membuat tiga sekawan itu merapatkan ujung janggutnya semakin ke dada dengan wajah merah menahan malu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun