Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Membersihkan Lendir-lendir Sastra di Selangkangan Fiksi

22 Oktober 2015   21:55 Diperbarui: 22 Oktober 2015   21:55 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Apakah karya saya kemudian berganti menjadi super pendek serta ‘kosong’ demi menyenangkan beberapa kompasianer pelanggan yang menyukai postingan ringan, yang terus mengeluh tentang panjangnya postingan yang saya buat?

Apakah karya saya kemudian berubah menjadi ‘super berat’ hanya demi dianggap sebagai karya bernas penuh arif, yang lantas setelahnya bergembelengan ke sana-kemari sambil melemparkan tai kebo ke segala penjuru?

Jujur, saya tidak tahu.

Saya hanya berharap –meminjam bahasa K’ers yang terus mendengungkan Kompasiana sebagai rumah sehat untuk semua- agar kelak kanal fiksiana juga menjadi kanal yang sama sehatnya, sehingga saya tak perlu ragu untuk mengajak beberapa siswa tanggung saya untuk nyemplung bareng dan bertukar kreasi di dalamnya, sesuatu yang hingga hari ini belum berani saya lakukan. Untunglah kemudian ada bocoran dari Kang Pepih tentang  3 blog sekaligus untuk anak-anak muda Indonesia yang suka menulis, berpikir, dan berkreasi, yakni menolakdiam.comasalotau.com, dan gakadabatas.com. Dan sesuai "fitrah" blog, ketiga blog itu juga mengadopsi Users Generated-Content, yang semoga dapat lebih menyemarakkan konten anak muda serta bisa memberi warna tersendiri dari blog sejenis yang telah ada sebelumnya, aamiin...^_

Dan saya juga berharap, ketika didapuk menjadi juri pada even fiksi tertentu, saya dapat melanggengkan watak khas sastra sebagai peradaban, dan bukannya justru malah menjadi salah satu sosok yang mengerdilkan esensi utamanya…

Walau dari tulisan ini pula saya menyadari bahwa sebagai penulis, saya tak lebih dari seorang pengecut, yang bahkan tak berani mempublikasi ‘karya sensitif’ naskah “Seperti Daun Jatuh” yang merekam ketidak manusiawian organ negeri ini terhadap warganya pada masa pemerintahan pasca Gusdur, yang terus saja teronggok selama belasan tahun di ms.word, bahkan setelah isak sang istri pasca membacanya beberapa waktu yang lalu.

 

Secangkir Kopi Mengusap Cemong di Wajah Sendiri, Thornvillage-Kompasiana, 22 Oktober 015.

Sumber bahan: Diolah dari berbagai sumber, baik fakta maupun ingatan…^_

(Saya amat menghargai jika Admin K tidak merubah judul maupun isi di dalam tulisan ini, terima kasih…^_)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun