Tring! Blug!
Bay kembali terlempar. Tapi dia bersyukur tak kurang suatu apapun juga, karena beberapa saat sebelum ajal mengundang, pedang Na menebas tangan yang nyaris mencengkeramnya itu, yang ternyata terbuat dari sejenis logam.
Bay tak bisa lebih lama mengempos, karena dilihatnya Na keteteran melayani jurus-jurus aneh dari Si Rambut Perak itu.
Dengan satu lompatan besar, Bay kembali terjun ke dalam pertarungan, dan menyerang dengan jurus Mobil Listrik Mengapa Bisa Tak Lulus Uji Emisi, berbarengan dengan serangan Na menggunakan gerakan Dari Hujan Ke Hujan Kita Menggigil Bersama.
Tapi walaupun sudah mengeroyok Si Rambut Perak, Bay dan Na tetap saja sukar melawan. Berkali-kali mereka berganti serangan, semuanya kandas di tengah jalan, membuat mereka terdesak ke dinding tebing gua tempat tinggal Na.
Si Rambut Perak kembali menyerang. Kali ini serangannya bukan olah-olah hebatnya. Agaknya ingin menamatkan riwayat mereka berdua seketika itu juga.
Bay memandang Na dengan sedih, merasa bahwa inilah terakhir kali dia bisa melihat nona cantik yang telah menolongnya itu.
“Jangan menyerah dulu, Bay. Kau tahan pukulan tangan kanannya dengan sekuat tenaga, sementara aku akan coba untuk mengutungi yang kiri,” bisik Na dengan tatap mata yang mengandung arti mendalam.
Melihat tatap yang seperti itu, entah dari mana datangnya Bay merasa ada sebuah kekuatan yang memantik semangatnya hingga menjadi amat berkobar.
“Baik. Kita serang berbarengan pada hitungan yang ketiga,” bisik Bay.
“Tiga…!!!” teriak Bay langsung ke hitungan yang disepakati, membuat Na merasa ingin tertawa sekaligus menangis, sebab orang gila mana yang di saat segenting ini masih sempat bercanda?