Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Sebuah Tanya Tentang Sunyi

15 Mei 2015   06:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sunyikah itu lagi, yang berkejaran kian kemari

dalam puisi yang kukirim padamu tempo hari

sunyi yang menghasutmu kembali

pada kenangan yang enggan alpa

tentang aku yang keras kepala

menerka bahwa cinta mestinya tak sukar di eja

-

“Lantas dengan apa lagi kumaknai cinta

Jika semua mesti saja kau baca noda...?”

-

adakah sunyi itu

serupa dulu, laksana deja vu

gelisah menunggu di balik pintu

yang terkunci kalimat-kalimat bisu

dan waktu yang memuai di tengah kita

seketika meletupkan tanya

tentang kau yang gigih menghela

menduga bahwa cinta tak lebih pemunah dogma

-

Cinta itu, kekasihku, mesti juga menjelma zina... ^_”

-

#

“Kita ke laut, belum saatnya menjelma hujan,”

ucapmu, alpa bahwa cinta

telah amat sempurna bermetamorfosa

tanpa perlu ribuan siklus lagi tuk mematangkannya

-

“Tapi kita masih amat muda...?” ragumu

“Meski kita masih amat muda...!” tegasku

-

#

satu windu telah lagi pergi

entah berapa lama lagi

mesti berguru pada sepi

menafsir kembali tentang cinta

yang tadinya kusangka cukup cuma rasa

-

#

mendadak kau datang lagi

masih lewat pintu yang dulu juga

menghadap jalan raya

yang daunnya kerap begitu lebar terbuka

hingga malam-malam menua dan melahirkan pagi

“Nikahi aku tiga bulan lagi...”

-

malam jadi begitu seram, ucapmu

tak sengaja tertangkap waktu

dan tertawan di telingaku

menggetarkan dawai-dawai pilu

dengan denting yang nyaris persis

sebab nada yang kupunya, lebih gema, tanpa jeda

menyulap hampir seluruh waktu serupa hantu

-

mengapa, kini, raguku

kuingin dirimu, pastimu, tapi tidak dengan jalan dulu

kau pergi lagi, walau katamu, untuk kembali

-

haruskah kini, tanyaku lagi pada diri

sendiri

pada nyeri

yang pernah terpatri

setelah sepi yang berkali-kali

menyeka diri

tentu tak soal waktu, kau tahu itu pasti

tak ada perbedaan kini

tiga bulan lagi, minggu nanti, atau sore ini

tentu tak sebab ku tak hendak, kau jelas mengerti

yang tak mesti kau jelas pahami dengan pasti

warna diri ini, yang kini tak lagi hijau benih padi

seringkali merah pekat terbakar ilusi

tentang cinta yang tak terkira betapa nyeri

malah terakhir hitam sekali

dengan gosong di sana-sini

-

#

waktu kembali pagi

membawa sunyi mendaki puncaknya yang paling ngeri

dalam lakon kata yang bertukaran peranannya

tentang kau yang keras kepala

memaksa bahwa cinta tak melulu cuma rasa

atau aku yang gigih membela

tentang rasa yang tak mesti dibaca dosa

-

“Bersamamu, semua menjelma hanya sulit,”

ungkitmu, menukil sangit teramat lekit

yang kabarnya tertera di kitab langit

-

“Tak mesti menjelma segala untuk memenangkan cinta,”

kukuhku, menyusur lagi jejak yang terbaca

dari sumber yang itu jua

-

#

kau kembali berlalu

masih lewat pintu yang dulu

menghadap jalan itu

hanya daunnya kini tak lagi terbuka selalu

barangkali jemu, sebab tahu

tak pernah ada yang baru

di bawah matahari kita itu

-

kembali sunyi, kembali nyeri

kembali berlompatan ke sana-ke mari

dalam puisi yang kukirim padamu tempo hari

dengan sebuah tanya tentang sunyi

yang terus saja kembali

datang dan datang lagi

dan tak mau pergi-pergi

-

Secangkir Kopi Tentang Sunyi, Cld-Dk, 1408-2310.811

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun