Dulu saya menjual sebotol minuman. Yang kalau diminum oleh manusia maka tubuhnya akan rusak. Tapi kemasannya kurang cantik sehingga banyak yang tahu kalau itu racun..
Sekarang saya menjual minuman itu lagi. Dan kemasannya saya percantik, ditambahi pita sebagai aksesori, diberi pewarna minuman agar menarik, dan diberi bonus permen..
Minuman yang dulu itu UU BHP
Yang sekarang itu RUU Pendidikan Tinggi
RUU DIKTI = Racun yang tampak cantik
(Hafiz farihi, Pendidikan Matematika UNJ’07)
sebuah ungkapan yang menggambarkan apa itu RUU perguruan tinggi
Mengawali, mengawasi serta mendiskusikan Rancangan Undang-undang Perguruan tinggi atau yang biasa kita kenal dengan singkatan RUU PT dari bulan November 2011 hingga bulan ke tiga tahun 2012, bukan waktu yang singat untuk mengkaji masalah kebijakan pendidikan yang isunya akan disahkan tahun ini. Bukan hanya kampus kami yang menolak draf RUU PT ini jika disahkan, BEM ITB,UI,UGM,UNJ serta kampus lain pun menolak disahkannya RUU PT ini, karena banyak pasal bermasalah dan nantinya bukannya memperbaiki mutu pendidikan malah akan memperkeruh arah tujuan pendidikan nasional Negara Indonesia, karena RUU PT adalah sebuah ruh Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang diperindah.
Jakarta,(2/4/2012) aula perpustakaan kampus A UNJ menjadi saksi bisu adanya sebuah pencerdasan mengenai draf RUU Perguruan Tinggi ini, dengan acara Diskusi Publik yang diselengarakan oleh Departemen Pendidikan BEM UNJ dan Education Watch UNJ dihadiri oleh sekitar 130 mahasiswa dengan 3 Narasumber yang sudah tidak asing dalam dunia pendidikan, pemateri pertama seorang Guru Besar UNJ, Prof. Soedijarto, yang kedua Ibu Hartini Nara, M.Si dan yang terakhir adalah aktivis pusat studi hokum dan kebijakan yang sering disapa dengan sebutan akrab Bang Fajri Nursyamsi, dengan Tag line “ RUU Perguruan Tinggi SOLUSI atau MASALAH ?”, rekan-rekan Departemen pendidikan mencoba mengajak peserta diskusi aktif memikirkan bersama apakah dan bagaimanakah kejelasan akan RUU Perguruan Tinggi, apakah ini solusi atau ini adalah masalah untuk pendidikan diindonesia.
Pandangan dan pengamatan 3 Pemateri Diskusi Publik
“Mulai dari riset yang tak didukung,Mahasiswa sebagai penggerak pembanguna,amanat alinea di UUD ’45 hingga sebuah Tag Line “ What Wrong in Indonesia ??” ”
Memang tidak salah ketika mengundang seseorang pakar dan ahli dalam mengkaji sebuah Isu pendidikan, bahasa yang ringan, mendalam dan mudah dipahami mengenai segala aspek yang di rincikan dari masalah kecil yang ada hingga masalah yang cukup berat, dari masalah riset ilmiah mahasiswa hingga fungsi lain mahasiswa sebagai penggerak pembangunan ditiap daerah dengan aplikasi dari tri darma perguruan tinggi serta menyangkutpautkan dengan amanat yang terkandung dalam Pembukaan UUD ’45 alinea ke 4.
“Di Negara kita riset tidak didukung, padahal itu untuk perkembangan ilmu pendidikan, bagaimana keadaan Lab-lab yang ada di kampus kita, padahal di German pendidikan mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi itu biayanya gratis, jika melihat latar belakang lahirnya pergurauan tinggi di tiap daerah di indonesia dari UU No 22 Tahun 1961 mengenai perguruan tinggi, dimana ada sebuah inti pokok adanya perguruan tinggi yang menjalankan fungsinya melaksanakan tri darma perguruan tinggi, Kemudian pembukaan alinea ke 4 tentang tujuan tujuan pemerintah dan Negara untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Yang baru saja kita sama-sama tau Isu tentang naiknya BBM kenapa harus ada BLT, itu hanya akan membuat rakyat manja dan nilainya pun tidak seberapa ? mengapa ada subsidi untuk bahan bakar mengapa supsidi itu tidak dialokasikan saja untuk dana pendidikan, itulah mengapa saya katakana ‘What’s Wrong in Indonesia ?’, ya faktanya selama ini pemerintah kita hanya membangun dan menstabilkan ekonomi yang ada bukan membangun kehidupan bangsa. Dan jelas intinya saya menolak adanya RUU Perguruan Tinggi ini karena ini adalah kemasan baru dari UU BHP”.Ujar Prof.Soedijarto dalam diskusi ini.
Saya bangga ketika ada acara diskusi seperti ini, ada banyak mahasiswa yang perduli dan hadir untuk sama-sama mengkaji RUU Perguruan Tinggi ini, karena beginilah harusnya mahasiswa, menjadi stakeholder yang paling mengkritisi kebijakan yang ada, mengapa RUU ini menjadi masalah yang diperdebatkan. Sebelum saya mulai, kita menyamakan suhu dulu, saya menegaskan dengan jelas bahwa saya menolak RUU Perguruan Tinggi. “ujar bang fajri dengan semangatnya”.
Beliau menyampaikan adanya 3 point masalah penting yang ada di balik RUU PT ini, mulai dari aspek formal, kekosongan hukum dan substansi moral. yang dijabarkan dalam pemaparan tinjauan latar belakang RUU Perguruan Tinggi melalui sudut pandang penyimpangan Undang-undang yang ada dan kebijakan hukum yang ada.
Ketika berbicara mengenai pendidikan, tentu kita akan ingat dengan UUD pasal 31 mengenai pendidikan, yang di ayat satu berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” ketika berbicara mengenai hak pasti akan selalu bersinggungan dengan kewajiban, jadi jika pendidikan adalah hak yang harus didapatkan oleh warga negara, tugas pemerintahlah memfasilitasi dan memenuhi kewajiban yang ada. Dalam RUU perguruan tinggi banyak pasal bermasalah yang intinya adalah neo liberalisasi dalam dunia pendidikan, komersialisasi pendidikan,serta kapitalisasi dalam dunia pendidikan tinggi, ada pasal yang mengartikan bahwa pemerintah ingin melepas diri dari pembiayaan kegiatan akademik di perguruan tinggi yang di perhalus bahasanya menjadi otonomi, sambung Ibu Hartini Nara sebelum mengakhiri diskusi publik ini.
Pertanyaan retorik yang terpendam
Ada sebuah pertanyaan mendasar mengenai system pendidikan di Indonesia yang selalu menggangu pikiran saya atau mungkin menggangu pikiran para aktivis pendidikan lainnya, entah apa yang dipikirkan pakar pendidikan mengenai pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia mulai dari UN yang selalu Pro kontra, masalah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional(RSBI dan SBI) kemudian ditambah masalah beban kurikulum yang ada. Sedikit mempertanyakan apakah mereka yang membuat kebijakan pendidikan itu mengerti serta paham tentang pendidikan yang terkadang hal ini membuat saya ragu apakah mereka berpendidikan??
RUU Pergurauan Tinggi Sebuah Ruh Undang-undang BHP yang diperindah itu mungkin ungkapan kuat yang menjadikan kita sama-sama menolak disahkannya RUU Perguruan tinggi (dinz)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H