Mohon tunggu...
Ahmad Hidayat
Ahmad Hidayat Mohon Tunggu... -

Young Journalist, and a Diplomat. iReport CNN

Selanjutnya

Tutup

Puisi

My Poet

8 Oktober 2011   13:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:11 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pertiwi yang Akan Mati

Karya : Ahmad Hidayat, tanggal 1 Januari 2008

Lihatlah bumi ini………!

Bukalah matamu kesini…….!

Lebarkanlah telingamu disini……!

Agar kau tak tolol, dengan apa yang terjadi

Kau hancurkan diriku dengan eksploitasimu yang tak sehat

Kau kotori mukaku dengan sampah dan limbahmu

Kau tebangi pilar-pilar rumahku yang indah dan rimbun

Kau buat aku menangis akan kerusuhan yang kau buat

Kau buat aku menjadi sakit dan sekarat

Biarlah……..!

Akan ku tenggelamkan dirimu, dengan perlahan-lahan yang menyiksa

Akan ku tebarkan beribu-ribu penyakit

Dan akan kuhancurkan kesejukkanmu dengan panas yang menggelegar

Sebab….Tak sanggup lagi aku bertahan

Aku mau mati

Jika kau masih begini

Hanya satu kesempatan bagimu

Untuk memperbaiki semua ini

Agar aku tak jadi mati dan kau tak menyesal

Sepenggal Harta yang Ditelan Bumi

Karya : Ahmad Hidayat, tanggal 7 Maret 2009

Bukan aku marah padamu

Bukan aku benci padamu

Tapi aku malu akan diriku, akan bangsaku yang bersedih

Diatas kemajuan dunia yang pesat

Aku tak tahu, apa yang kau inginkan

Mungkin kau ingin kaya, mungkin kau dendam dengan harta

Dan aku tak mengerti apa maksudnya ini……….!

Sehingga kau tega melakukan itu

Hanya untuk sepenggal harta yang tak berguna

Kasih sayang yang harmonis

Karya : Ahmad Hidayat, tanggal 1 Januari 2010

Meja terpana memandang mereka

Damai, rukun, dalam gambaran kehangatan keluarga

Kasih sayang mereka bening, sebening embun

Cinta mereka setia, sesetia perangko dan surat

Mungkin ini yang dinamakan harmonisasi keluarga

Harmonisasi untuk semua

Yang indah lagi tulus

Membuat suka selalu utuh

Dan membuat duka slalu hancur berkeping-keping

Ini semua hanya untuk sebuah asa dan impian

Mencapai keluarga yang bahagia

Yang beriman

dan yang berkepribadian

Puisiku untuk Semua

Karya : Ahmad Hidayat, tanggal 1 Oktober 2009

Aku bersedih

Tak mengerti dengan apa yang terjadi

Aku terbelenggu kegelapan

Di atas semua kecanggihan zaman

Mungkin betul, ini salahku

Mungkin betul. Ini dosaku

Sehingga dirimu, Menjadi marah dan memerah

Mungkin, ini cobaan

Mungkin pula, ini siksaan

Sehingga aku harus tersiksa

Untuk mengakui semua dosa

Ini semua salahku

Pada dirimu yang maha suci

Tapi aku tidak benci padamu

Malah aku sangat mencintaimu

Karena, kamu masih mengingatkanku

Akan semua yang telah terjadi

Kamu beri goncangan yang menghentakan

Agar……Aku minta ampun padamu

Aku sayang padamu, Tuhan semesta alam

Yang penyayang lagi maha mengasihi

30 September, hari kelabu bagi diriku

Dengan gempa yang maha dasyat

Dari Tuhan yang Maha Kuasa

Andi Ma’arif Pencaci Negara Dengan Rayuan Negara Bedebah

Karya : Ahmad Hidayat, tanggal 4 Maret 2010

Andi Ma’arif, kau adalah Puitis ulung

Yang tak akan tercatat dalam sejarah

Hai Pak Andi Ma’arif…Apa kau tak sadar

Dengan apa yang telah kau katakan

Apa kau lupa, kau lahir di Negri ini

Sampai-sampai kau tega Mengatakan bangsa ini

Negara Bedebah

Mengapa kau berijudul puisimu dengan kalimat Negara Bedebah

Mengapa kau tak beri judul, para bedebah di Negri nan indah

Aku tersinggung oleh ucappanmu

Yang manis tapi berisi racun nan pekat

Apa kau tak sudi tinggal di Negri ini

Apa kau benci Negri ini

Atau memang kau ingin bangsa ini

Menjadi Negara bedebah

Namun..Aku tahu maksudmu

kau ingin, koruptor di Negri ini

Insaf dengan puisimu yang tajam mengiris hati semua orang

Tapi…Aku ingin ingatkan sesuatu padamu

Bahwa mulut manismu, dapat menjadi harimaumu

Dikala kau tak bisa mengaturnya

Di kegelappan malam yang kejam

Cintaku Cintanya

Karya : Ahmad Hidayat, tanggal 11 Maret 2010

Aku suka melihatnya

Jika ia tersenyum manis padaku

Dia suka mendengarkanku

Jika aku berkata jujur padanya

Perasaanku berbunga-bunga

Jika ia mebilang cinta padaku

Perasaannya jadi sangat bahagia

Jika aku slalu setia padanya

Aku berjalan mendekatinya

Jika aku lagi butuh ia untuk curhat

Dia datang menghampiriku

Jika ia ingin menanya PR padaku

Parfumnya harum, seharum bunga mawar dan melati

Sebab ialah cintaku

Masakkannya lezat, selezat dendeng dari padang

Sebab ialah yang suka aku

Aku memegang tangannya

Membuat ia sedikit marah, dan tersipu malu

Dia memegang tanganku

Membuat aku terbang kelangit ketujuh

Ya…..inilah cinta kami

Cinta yang lucu dan positif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun