Ilustrasi gambar remaja masjid berkeliling kampung membangunkan warga untuk makan sahur ( foto: detik.com)
Ini mengingat peristiwa 45 tahun lalu saat penulis saat itu masih berusia 11 tahun duduk di kelas VI Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), yang waktu masih tergolong usia remaja pemula dan sudah ikut puasa Ramadan sejak usia 7 tahun.
Mengawali Ramadan, sehari sebelumnya anak-anak melakukan mandi besar, sebagai syarat puasa Ramadan, dilakukan bukan di kamar mandi rumah masing -masing tapi di sebuah waduk/telaga yang digunakan untuk menampung air hujan dan digunakan untuk mandi penduduk kampung.
Sore harinya setelah asar anak-anak mengikuti orang tua masing-masing ke makam untuk ziarah kubur.
Sore hari menjelang magrib para remaja kumpul di masjid untuk menyambut malam pertama Ramadan dengan membunyikan beduk yang ada di masjid sampai kumandang adzan Maghrib.
Menjelang Maghrib warga kampung yang mampu  membawa "Asahan " yaitu makanan siap makan untuk menyambut kedatangan bulan Ramadan yang penuh berkah.
Setelah salat Maghrib diadakan tahlilan di masjid untuk mendoakan orang tua dan dan warga yang sudah meninggal dunia, setelah selesai doa makan Asahan yang dibawa oleh jamaah masjid.
Anak-anak dan remaja biasanya diberi satu tumpeng untuk dimakan bersama, sementara bapak - bapak akan membagi Asahan kepada jamaah yang hadir untuk dibawa pulang untuk makan sahur puasa hari pertama.
Setelah mendengar pengumuman dari TVRI saat itu hanya ada televisi milik pemerintah dan di kampung hanya ada satu yang punya yaitu bapak Kepala Desa, menyiarkan hasil sidang Isbat Kemenag tentang awal Ramadan.
Setelah kepastian awal Ramadan malam itu juga diadakan salat tarawih dan witir sesudah melaksanakan salat Isya berjamaah di masjid kampung.