Pemberdayaan Pemangku Kepentingan Pendidikan di Era 5.0
Oleh: A. Rusdiana
Keberhasilan akreditasi unggul menjadi tolok ukur penting dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang unggul. Di era Society 5.0, tantangan bagi kepala sekolah, dosen, dan tenaga kependidikan (tendik) tidak hanya sebatas efisiensi administrasi, tetapi juga kemampuan adaptasi terhadap teknologi dan inovasi. Teori pembelajaran kolaboratif relevan untuk mengatasi tantangan ini dengan mengedepankan kerja sama antara pemangku kepentingan dalam menyusun strategi pendidikan berbasis teknologi. Namun, GAP yang sering ditemukan adalah kurangnya pelatihan berkelanjutan bagi pemangku kepentingan pendidikan, sehingga mereka kesulitan mengikuti perkembangan teknologi dan tuntutan era baru. Tulisan ini penting karena memberdayakan pemangku kepentingan pendidikan berarti memperkuat pilar utama pembangunan bangsa, sekaligus mempersiapkan Indonesia menghadapi era Society 5.0 dan menyongsong Indonesia Emas 2045. Bekut Strategi memberdayakan pemangku kepentingan:
Pertama: Pelatihan Manajemen Pendidikan Berbasis Teknologi; Prodi MPI S2 UIN Sunan Gunung Djati menyelenggarakan pelatihan manajemen pendidikan berbasis teknologi bagi kepala sekolah dan tendik. Program ini fokus pada efisiensi administrasi, seperti penggunaan sistem manajemen pendidikan berbasis digital (Learning Management System). Contohnya, kepala sekolah dilatih mengintegrasikan teknologi untuk mengelola jadwal pembelajaran dan evaluasi secara real-time.
Kedua: Penguatan Kompetensi Dosen melalui Program Pengembangan Profesional; Dosen menjadi garda terdepan dalam mencetak talenta muda. Prodi MPI S2 memberikan pelatihan intensif kepada dosen, seperti workshop pengajaran kreatif berbasis teknologi dan pelatihan desain kurikulum adaptif. Sebagai contoh, dosen dilatih menggunakan software simulasi pendidikan untuk mengajarkan manajemen strategis kepada mahasiswa.
Ketiga: Pendampingan bagi Tendik untuk Efisiensi Operasional; Tendik sering kali menghadapi tantangan dalam mengelola administrasi pendidikan yang kompleks. Melalui akreditasi unggul, Prodi MPI S2 menginisiasi pelatihan khusus bagi tendik, seperti pengelolaan data berbasis cloud dan pengarsipan digital. Sebagai contoh, pelatihan ini membantu tendik mengurangi kesalahan administrasi dan meningkatkan efisiensi operasional sekolah.
Keempat: Kolaborasi Lintas Lembaga Pendidikan; Pemberdayaan tidak hanya dilakukan di dalam institusi tetapi juga melalui kolaborasi lintas lembaga pendidikan. Prodi MPI S2 menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah unggulan untuk menyelenggarakan program magang bagi mahasiswa dan pelatihan bagi kepala sekolah. Contohnya, program "Leadership for Education 5.0" memberikan pelatihan kepemimpinan strategis kepada kepala sekolah dalam menghadapi perubahan teknologi.
Kelima: Membangun Ekosistem Pendidikan yang Adaptif dan Berkelanjutan; Akreditasi unggul menjadi katalis dalam membangun ekosistem pendidikan yang adaptif terhadap perubahan. Prodi MPI S2 mendorong keterlibatan pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan pendidikan berbasis teknologi. Sebagai contoh, diskusi panel dengan kepala sekolah, dosen, dan tendik diadakan secara rutin untuk mengidentifikasi tantangan dan solusi dalam implementasi pendidikan berbasis teknologi.
Keberhasilan akreditasi unggul Prodi MPI S2 UIN Sunan Gunung Djati menjadi inspirasi nyata dalam pemberdayaan pemangku kepentingan pendidikan. Pelatihan, pendampingan, dan kolaborasi yang dilakukan tidak hanya meningkatkan kompetensi kepala sekolah, dosen, dan tendik, tetapi juga menciptakan ekosistem pendidikan yang adaptif di era Society 5.0. Hal ini berimplikasi kepada: Para Pimpinan Penglola pendidikan: Program pelatihan manajemen berbasis teknologi menjadi kebutuhan utama dalam menciptakan efisiensi dan inovasi pendidikan; 2) Bagi Dosen: Workshop pengembangan kurikulum adaptif membantu mencetak lulusan yang relevan dengan kebutuhan industri; 3) Bagi Tendik: Pendampingan dalam pengelolaan data digital meningkatkan efisiensi administrasi pendidikan. Atas dasar itu, tulisan ini merekomendasikan bahwa: 1) Institusi Pendidikan: Menginisiasi program pelatihan berbasis teknologi secara berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan; 2) Pemerintah: Mendukung pengembangan kurikulum berbasis teknologi dan memberikan insentif untuk pelatihan pemangku kepentingan pendidikan; 3) Lembaga Akreditasi: Mengadopsi indikator baru yang menilai keberhasilan pemberdayaan pemangku kepentingan pendidikan.
Dengan pendekatan holistik ini, ekosistem pendidikan Indonesia dapat menjadi lebih unggul, inovatif, dan siap menghadapi tantangan menuju Indonesia Emas 2045.