Merangkul Semua Pemangku Kepentingan untuk Kerukunan Nasional
Oleh; A. Rusdiana
Kerukunan nasional adalah fondasi kuat bagi pembangunan bangsa. Dalam konteks pendidikan, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, dan masyarakat memiliki peran strategis dalam memperkuat harmoni sosial. Namun, tantangan era 5.0 memerlukan pendekatan baru yang lebih kolaboratif dan inklusif. Peningkatan kompleksitas masalah sosial, teknologi, dan budaya sering kali memunculkan friksi antarindividu maupun kelompok. Hal ini dapat mengganggu harmoni dan produktivitas pendidikan, jika tidak dikelola dengan baik.Pendekatan pembelajaran kolaboratif menekankan kerja sama antarindividu untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks ini, seluruh pemangku kepentingan diundang untuk berdialog, berbagi, dan bekerja sama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang harmonis. Saat ini, sinergi antara pemangku kepentingan sering kali terbatas pada acara seremonial atau formal. Padahal, kerukunan nasional membutuhkan keterlibatan aktif dan kolaborasi yang lebih mendalam dari semua pihak. Tulisan ini memberikan panduan praktis bagi pemangku kepentingan pendidikan untuk merangkul semua elemen dalam membangun kerukunan nasional. Hal ini penting untuk mencetak talenta muda yang unggul dan memperkuat daya saing bangsa di era 5.0, menuju Indonesia Emas 2045. Berikut adalah lima strategi operasional untuk merangkul semua elemen dalam membangun kerukunan nasional:
Dialog Lintas Generasi; Menyelenggarakan dialog lintas generasi untuk berbagi pengalaman, nilai, dan harapan. Contoh: Madrasah/sekolah mengundang alumni dari berbagai generasi untuk berdiskusi bersama siswa dan guru tentang tantangan dan peluang di era digital.
Program Kolaborasi Sekolah dan Komunitas; Melibatkan masyarakat dalam program pendidikan yang memperkuat kerukunan. Contoh: Kerja sama antara sekolah dan komunitas lokal untuk menyelenggarakan kegiatan bakti sosial, seperti membersihkan lingkungan atau membantu masyarakat yang membutuhkan.
Pelatihan Inklusivitas untuk Guru dan Tendik; Memberikan pelatihan kepada guru dan tenaga kependidikan tentang cara menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan harmonis. Contoh: Pelatihan tentang pengelolaan konflik berbasis nilai kebangsaan dan toleransi.
Kurikulum Berbasis Nilai Kerukunan; Mengintegrasikan nilai kerukunan nasional dalam kurikulum pendidikan. Contoh: Guru mata pelajaran PPKn mengajarkan pentingnya toleransi melalui studi kasus keberagaman budaya Indonesia, dilengkapi dengan simulasi pemecahan konflik.
Pendirian Forum Pemangku Kepentingan; Membentuk forum yang melibatkan kepala sekolah, guru, siswa, alumni, dan masyarakat untuk membahas isu-isu strategis dalam pendidikan. Contoh: Forum triwulanan untuk mengevaluasi program-program pendidikan yang mendukung kerukunan dan inovasi.
Upaya, merangkul semua pemangku kepentingan pendidikan adalah langkah strategis untuk memperkuat kerukunan nasional. Dengan sinergi yang baik, pendidikan dapat mencetak generasi muda yang harmonis, kreatif, dan siap bersaing di era 5.0, serta mendukung cita-cita Indonesia Emas 2045. Hal itu akan berimplikasi kepada: 1) Para Kepala Sekolah/Pimpinan: Memiliki peran sentral dalam membangun sinergi antar pemangku kepentingan; 2) Bagi Guru dan Tendik: Perlu mengadopsi pendekatan yang inklusif dalam pengajaran dan interaksi; 3) Bagi Siswa: Mendapatkan pengalaman belajar yang tidak hanya berbasis akademik tetapi juga penguatan nilai kerukunan. Atas dasar itu, tulisan ini merekomendasikan bahwa: 1) Pemerintah perlu mendorong kebijakan yang memfasilitasi kerja sama antar pemangku kepentingan pendidikan; 2) Lembaga pendidikan perlu mengalokasikan waktu dan sumber daya untuk kegiatan yang mendukung kerukunan nasional; 3) Kepala sekolah dan guru harus aktif mengembangkan program-program kreatif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Dengan pendekatan kolaboratif ini, lembaga pendidikan akan menjadi pilar utama dalam menciptakan harmoni nasional dan memajukan bangsa. Wallahu A'lam.