Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat

“Learning to Explore, Develop, and Serve”

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pendekatan Tanpa Pelarang: Menginpirasi Guru Muda untuk Era 5.0 dan Indonesia Emas 2045

24 Desember 2024   23:44 Diperbarui: 24 Desember 2024   23:44 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pendekatan Tanpa Larangan: Menginspirasi Guru Muda untuk Era 5.0 dan Indonesia Emas 2045

Oleh: A. Rusdiana

Era 5.0 membawa tantangan besar dalam pendidikan, di mana siswa harus mengembangkan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan kolaborasi. Namun, pendekatan otoritatif seperti larangan, perintah, dan kritik sering kali menghambat pembelajaran. Teori Fun Learning menekankan bahwa pembelajaran yang menyenangkan meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa, menciptakan pengalaman belajar yang mendalam. Di Indonesia, penerapan kurikulum berbasis Deep Learning memerlukan inovasi dalam pendekatan pembelajaran. Sayangnya, banyak guru masih mengandalkan metode tradisional yang tidak relevan dengan kebutuhan siswa modern. Tulisan ini mengupas strategi Pendekatan Tidak Melarang, Tidak Menyuruh, dan Tidak Mengkritik sebagai solusi membangun generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045. Berikut 6 strategi membangun Pendekatan Tanpa Larangan:

Pertama: Mengganti Larangan dengan Dialog Konstruktif; Alih-alih melarang siswa melakukan hal tertentu, guru dapat menggunakan dialog untuk mengeksplorasi konsekuensi tindakan. Misalnya Contoh: Ketika siswa membawa makanan ke kelas, guru dapat bertanya, "Menurutmu, bagaimana cara menjaga kelas tetap bersih jika kita makan di sini?" Pendekatan ini menumbuhkan rasa tanggung jawab dan pemahaman yang mendalam.

Kedua: Menghindari Perintah dengan Memberi Kebebasan Pilihan; Perintah sering kali membuat siswa merasa terpaksa. Guru dapat menawarkan kebebasan memilih dalam pembelajaran: Contoh: Dalam tugas membaca, siswa diberikan kebebasan memilih buku yang diminati, lalu menyampaikan temuan mereka melalui cerita kreatif.
Hal ini meningkatkan minat baca sekaligus mengasah kreativitas siswa.

Ketiga: Mengubah Kritik Menjadi Umpan Balik Positif; Kritik yang kasar dapat menurunkan rasa percaya diri siswa. Sebagai gantinya, guru memberikan umpan balik yang membangun. Contoh: Jika siswa salah dalam menyelesaikan soal, guru dapat berkata, "Kamu sudah bekerja keras, bagus sekali. Apa yang bisa kita perbaiki bersama di sini?" Pendekatan ini menginspirasi siswa untuk terus mencoba tanpa rasa takut gagal.

Keempat; Memanfaatkan Bermain Peran untuk Menyelesaikan Kesulitan Belajar Siswa sering merasa tertekan saat menghadapi materi sulit. Guru dapat menggunakan metode bermain peran untuk membantu: Contoh: Ketika siswa mengalami kesulitan membaca, mereka menjadi "penyelidik" yang harus menemukan jawaban dalam cerita. Ini menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan efektif.

Kelima: Memberikan Pendampingan Daripada Penghakiman; Ketika siswa berperilaku kurang baik, guru dapat mendampingi mereka memahami perasaan dan tindakannya. Contoh: Seorang siswa yang sering terlambat dapat diajak berbicara empat mata untuk menemukan solusi bersama, seperti mengatur waktu tidur lebih awal.
Pendampingan semacam ini membangun hubungan saling percaya antara guru dan siswa.

Keenam: Membudayakan Pembelajaran Kolaboratif; Dalam menghadapi tantangan era 5.0, siswa perlu belajar bekerja sama. Guru dapat memfasilitasi pembelajaran kolaboratif melalui proyek kelompok: Contoh: Proyek membuat model kota pintar memerlukan kontribusi berbagai keahlian siswa, seperti menggambar, riset, dan presentasi.
Pendekatan ini mengajarkan nilai kolaborasi sekaligus melatih kemampuan lintas bidang.

Pendekatan Tidak Melarang, Tidak Menyuruh, dan Tidak Mengkritik adalah strategi inovatif untuk menciptakan pembelajaran yang mendalam, menyenangkan, dan relevan dengan tantangan era 5.0. Guru muda dan pemangku kepentingan pendidikan perlu menerapkan pendekatan ini secara konsisten untuk: 1) Meningkatkan motivasi dan kreativitas siswa; 2) Membangun generasi pembelajar yang percaya diri dan adaptif; 3) Mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 melalui pendidikan berbasis inovasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun