Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat

“Learning to Explore, Develop, and Serve”

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengembangan Empati dan Kesadaran Sosial melalui Asistensi Mengajar MBKM

19 September 2024   22:23 Diperbarui: 19 September 2024   22:27 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembentukan Empati dan Kesadaran Sosial melalui Asistensi Mengajar MBKM

Oleh: A. Rusdiana

Era bonus demografi 2030 menghadirkan peluang besar bagi Indonesia dengan jumlah penduduk usia produktif yang sangat tinggi. Namun, potensi ini harus diiringi dengan peningkatan kualitas talenta muda, khususnya dalam sektor pendidikan. Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) telah menyediakan platform bagi mahasiswa untuk belajar langsung melalui pengalaman mengajar, membantu mereka mengembangkan kemampuan praktis yang tidak hanya terbatas pada keterampilan akademis, tetapi juga pada pembentukan karakter sosial. Menurut teori Experiential Learning (Kolb, 1984), proses belajar efektif terjadi melalui siklus empat langkah: pengalaman konkret, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak, dan eksperimen aktif. Dalam konteks pembentukan empati dan kesadaran sosial, pengalaman langsung berinteraksi dengan masyarakat, seperti melalui asistensi mengajar dalam MBKM, memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk merasakan dan memahami realitas sosial yang beragam. Meskipun program MBKM telah membuka kesempatan belajar praktis, belum banyak fokus diberikan pada bagaimana interaksi ini mampu membentuk empati dan kesadaran sosial yang lebih mendalam. Artikel ini bertujuan untuk mengelaborasi bagaimana asistensi mengajar dapat memainkan peran signifikan dalam membentuk karakter talenta muda untuk menghadapi tantangan sosial dan profesi di masa depan. Tulisan ini memberikan perspektif baru mengenai peran empati dan kesadaran sosial dalam dunia pendidikan, terutama di tengah perubahan sosial-ekonomi yang cepat menuju bonus demografi 2030. Memahami aspek ini penting untuk menyiapkan generasi pengajar yang lebih manusiawi dan inklusif. Untuk lebih memahami mengenai Pembentukan Empati dan Kesadaran Sosial melalui Asistensi Mengajar MBKM. Mari kita  brake down, satu persatu: Pembentukan Empati dan Kesadaran Sosial melalui Asistensi Mengajar MBKM:

Pertama: Pengalaman Konkret: Melibatkan Emosi dalam Interaksi dengan Masyarakat; Pada tahap ini, mahasiswa yang terlibat dalam proyek pengabdian masyarakat melalui program MBKM dihadapkan pada realitas yang berbeda dari kehidupan kampus. Mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat, terutama dari latar belakang sosial dan ekonomi yang berbeda. Interaksi ini tidak hanya memaparkan mereka pada tantangan yang dihadapi masyarakat, tetapi juga menimbulkan rasa empati ketika mahasiswa memahami kebutuhan dan aspirasi mereka. Pengalaman ini mengajarkan mahasiswa untuk lebih peka terhadap konteks sosial yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran.

Kedua: Observasi Reflektif: Mengamati dan Merenungkan Situasi Sosial; Setelah melalui interaksi langsung, mahasiswa diberi waktu untuk merenungkan pengalaman yang mereka alami. Pada tahap observasi reflektif ini, mahasiswa mulai memahami berbagai dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat. Mereka mengamati bagaimana kondisi sosial, ekonomi, dan budaya memengaruhi kebutuhan pendidikan masyarakat. Dengan melakukan refleksi, mahasiswa dapat melihat tantangan yang dihadapi masyarakat dengan perspektif yang lebih luas, yang pada akhirnya memperkuat empati mereka.

Ketiga: Konseptualisasi Abstrak: Membangun Pemahaman Teoritis dari Pengalaman Lapangan; Setelah merenungkan pengalaman mereka, mahasiswa mulai membangun konsep atau pemahaman teoritis dari apa yang telah mereka amati. Mereka dapat mengaitkan pengalaman praktis ini dengan teori pendidikan atau teori sosial yang telah mereka pelajari di kelas. Pada tahap ini, pembentukan empati terjadi ketika mahasiswa mulai melihat kesenjangan antara teori dan praktik, serta bagaimana pendekatan inklusif dan manusiawi diperlukan dalam mengajar.

Keempat: Eksperimen Aktif: Menerapkan Pembelajaran dalam Konteks Nyata; Tahap terakhir dalam siklus experiential learning adalah penerapan apa yang telah dipelajari. Mahasiswa yang terlibat dalam asistensi mengajar dalam MBKM mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan hasil refleksi dan pemahaman teoritis mereka dalam konteks nyata. Misalnya, mereka dapat mengubah metode mengajar mereka menjadi lebih inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat, atau mengembangkan pendekatan pendidikan yang lebih berfokus pada pemberdayaan komunitas.

Kelima: Kolaborasi dengan Alumni sebagai Mentor: Membangun Jaringan dan Kesadaran Kolektif; Program MBKM juga mendorong mahasiswa untuk bekerja sama dengan para alumni yang telah berpengalaman dalam bidang pengajaran dan pengabdian masyarakat. Melalui bimbingan dan mentorship, mahasiswa dapat belajar dari pengalaman alumni dalam menghadapi tantangan sosial di lapangan. Kolaborasi ini membantu memperkaya wawasan mahasiswa tentang berbagai pendekatan dalam mengatasi masalah sosial dan mengembangkan empati yang lebih mendalam.

Pembentukan empati dan kesadaran sosial melalui program MBKM memberikan kontribusi besar dalam pengembangan talenta muda, khususnya dalam profesi mengajar. Proses belajar yang dialami mahasiswa melalui interaksi langsung dengan masyarakat memungkinkan mereka untuk melihat realitas sosial dengan lebih jelas dan mengaplikasikan pemahaman ini dalam pekerjaan mereka di masa depan. Hal ini juga membantu mereka membangun pendekatan yang lebih inklusif dan manusiawi dalam mengajar.

Untuk memaksimalkan pembentukan empati dan kesadaran sosial, perguruan tinggi harus lebih banyak menyediakan program berbasis pengabdian masyarakat seperti MBKM. Selain itu, perlu ada kolaborasi yang lebih erat antara mahasiswa dan alumni dalam rangka transfer pengetahuan dan pengalaman. Terakhir, pembelajaran berbasis pengalaman harus terus didorong sebagai metode utama dalam menyiapkan talenta muda menghadapi era bonus demografi 2030, sehingga mereka siap menjadi agen perubahan di masyarakat. Wallahu A'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun