Meningkatkan Kesadaran Budaya Melalui Pantun: Menjaga Warisan di Era Bonus Demografi 2030
Oleh: A. Rusdiana
Pantun merupakan salah satu bentuk kesusastraan tradisional Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Namun, di era modern ini, banyak generasi muda yang kurang mengenal dan memahami warisan budaya mereka, termasuk pantun. Hal ini disebabkan oleh arus globalisasi dan modernisasi yang semakin kuat, yang seringkali menggeser nilai-nilai budaya lokal. Dalam konteks bonus demografi 2030, generasi muda akan menjadi tulang punggung bangsa dan memainkan peran penting dalam menjaga serta melanjutkan warisan budaya. Teori kesadaran budaya mengemukakan bahwa pemahaman dan apresiasi terhadap warisan budaya dapat memperkuat identitas nasional dan mendorong sikap saling menghargai antarbudaya. Kesadaran budaya juga berperan dalam menjaga keanekaragaman budaya yang merupakan kekayaan bangsa.
Meski penting, kesadaran budaya di kalangan generasi muda Indonesia masih rendah. Kurangnya perhatian terhadap seni tradisional seperti pantun, mengindikasikan perlunya upaya peningkatan kesadaran budaya. Tulisan ini penting karena mengangkat kembali nilai-nilai budaya melalui pantun, yang dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran budaya generasi muda. Dengan memahami dan menghargai warisan budaya, generasi muda dapat lebih siap menghadapi tantangan di era bonus demografi 2030. Mari kita breakdown, satu persatu:
Pertama: Pengajaran Pantun di Sekolah; Mengintegrasikan pembelajaran pantun dalam kurikulum sekolah dasar hingga menengah. Hal ini bisa dilakukan melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia atau seni budaya, dengan menekankan pada sejarah, makna, dan teknik penulisan pantun.
Kedua: Lomba Penulisan dan Pembacaan Pantun; Menyelenggarakan lomba penulisan dan pembacaan pantun di berbagai tingkatan, mulai dari sekolah hingga nasional. Ini dapat mendorong siswa untuk belajar dan menghargai pantun, serta mengenal lebih dekat budaya mereka.
Ketiga: Kolaborasi dengan Media Sosial; Memanfaatkan platform media sosial untuk mempromosikan pantun. Konten-konten kreatif seperti video pembacaan pantun, tantangan menulis pantun, atau kampanye kesadaran budaya dapat menarik minat generasi muda.
Keempat: Kerjasama dengan Budayawan dan Seniman; Melibatkan budayawan dan seniman dalam upaya menghidupkan kembali pantun. Mereka dapat berperan sebagai mentor atau pembicara dalam berbagai acara, memperkenalkan dan mengajarkan pantun kepada generasi muda.
Kelima: Dokumentasi dan Publikasi; Membuat dokumentasi tentang pantun, baik dalam bentuk buku, artikel, maupun video, yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Publikasi ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pantun sebagai warisan budaya.
Meningkatkan kesadaran budaya melalui pantun merupakan langkah penting dalam menjaga warisan budaya Indonesia di era bonus demografi 2030. Dengan memahami dan menghargai pantun, generasi muda dapat memperkuat identitas budaya mereka dan siap menghadapi tantangan global. Diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas budaya, dan media untuk menghidupkan kembali pantun. Penerapan program-program edukatif, kompetisi, dan promosi melalui media sosial adalah beberapa langkah strategis yang dapat diambil untuk mencapai tujuan ini. Wallahu A'lam.