Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat

Hobi Membaca menulis dan Mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Siklus Pembelajaran Experiental Learning: Kunci Sukses Talenta Muda Menuju Bonus Demografi 2030

17 Juli 2024   01:23 Diperbarui: 17 Juli 2024   01:29 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Highland Experience Indonesia. Tersedia di https://highlandexperience.co.id/experiential-learning

Memahami Siklus Pembelajaran Experiental Learning: Kunci Sukses Talenta Muda Menuju Bonus Demografi 2030

Oleh: A. Rusdiana

Indonesia sedang menyongsong era bonus demografi pada tahun 2030, dimana proporsi penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya. Fenomena ini membuka peluang besar bagi perkembangan ekonomi dan sosial, namun juga menuntut kesiapan talenta muda dalam menghadapi tantangan yang ada. Salah satu pendekatan yang relevan dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan talenta muda adalah pembelajaran experiential learning yang diperkenalkan oleh David Kolb. Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran efektif melalui empat tahap: pengalaman konkret, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak, dan eksperimen aktif. Meskipun banyak inisiatif yang sudah dilakukan, masih terdapat kesenjangan (GAP) dalam implementasi metode ini secara menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk memahami siklus pembelajaran ini guna memaksimalkan potensi talenta muda Indonesia. Mari kita breakdown satu persatu: 

Pertama: Concrete Experience (Pengalaman Konkret) Pada tahap ini, pembelajaran dimulai dengan pengalaman nyata yang spesifik. Talenta muda perlu terlibat dalam kegiatan seperti magang, proyek lapangan, atau partisipasi dalam program kerja nyata. Pengalaman konkret ini memberikan dasar kuat untuk refleksi dan analisis mendalam. Misalnya, seorang mahasiswa teknik yang bekerja pada proyek infrastruktur akan mendapatkan wawasan praktis yang tidak dapat diperoleh di kelas.

Kedua: Reflective Observation (Observasi Reflektif) Tahap ini mengharuskan peserta untuk melakukan pengamatan dan refleksi terhadap pengalaman yang telah dialami. Talenta muda harus belajar melihat situasi dari berbagai perspektif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas. Misalnya, setelah menyelesaikan proyek, peserta bisa merenungkan apa yang telah berhasil dan apa yang tidak, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tersebut.

Ketiga: Abstract Conceptualization (Konseptualisasi Abstrak) Di tahap ketiga, peserta mulai membuat konsep atau teori berdasarkan refleksi yang telah dilakukan. Mereka perlu mengembangkan kerangka pemikiran yang logis dan analitis terhadap pengalaman yang telah dialami. Misalnya, mahasiswa yang telah menyelesaikan proyek infrastruktur bisa mulai memahami prinsip-prinsip dasar manajemen proyek dan teknik sipil yang diaplikasikan dalam proyek tersebut.

Keempat: Active Experimentation (Eksperimen Aktif) Tahap terakhir adalah eksperimen aktif, dimana peserta menerapkan konsep yang telah dikembangkan ke dalam situasi nyata. Ini termasuk mengambil risiko dan menguji hipotesis dalam konteks yang berbeda. Misalnya, talenta muda yang telah memahami manajemen proyek bisa mencoba memimpin proyek kecil dengan pendekatan yang berbeda, mempraktikkan keterampilan baru, dan menilai hasilnya.

Kelima: Integrasi Antar Tahap Penting bagi talenta muda untuk memahami bahwa setiap tahap dalam siklus pembelajaran ini saling berhubungan dan berkesinambungan. Kesuksesan dalam experiential learning tidak hanya bergantung pada satu tahap saja, tetapi pada kemampuan untuk mengintegrasikan dan memanfaatkan setiap tahap secara optimal. Pengalaman konkret memberikan bahan untuk refleksi, refleksi menghasilkan konsep abstrak, dan konsep tersebut diuji melalui eksperimen aktif. Dengan memahami dan menerapkan siklus ini, talenta muda dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka secara holistik.

Memahami dan menerapkan siklus pembelajaran experiential learning adalah kunci untuk mempersiapkan talenta muda Indonesia menghadapi bonus demografi 2030. Dengan terlibat dalam pengalaman konkret, melakukan refleksi, mengembangkan konsep abstrak, dan bereksperimen secara aktif, talenta muda dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Penting bagi institusi pendidikan dan organisasi untuk mendukung dan memfasilitasi pembelajaran ini melalui program magang, proyek nyata, dan kesempatan refleksi yang terstruktur. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi dengan optimal dan menciptakan generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan.

Memahami siklus pembelajaran experiential learning adalah langkah penting bagi talenta muda untuk mempersiapkan diri menghadapi bonus demografi 2030.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun