Penyusunan Daftar Pemilih dimulai dari DP4 yang kemudian disusun menjadi daftar pemilih dengan sebutan A. Daftar Pemilih (selanjutnya disebut A.DP). A. DP inilah yang menjadi dasar petugas pantarlIh untuk melakukan coklit (pencocokan dan penelitian) secara faktual terhadap kebenaran data setiap pemilih. Selain melakukan coklit terhadap data pemilih, pantarlih juga mencoret daftar pemilih yang tidak memenuhi syarat (meninggal, menjadi TNI/POLRI, dan lain-lain), dan menambahkan pemilih baru jika menemukan warga yang sudah memiliki hak memilih tetapi tidak terdaftar di A.DP.
Hasil coklit akan dilaporkan sebagai DPHP (Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran, yang diawali dengan Pelno DPHP. Berita acara Pelno DPHP hanya menginformasikan rekapitulasi hasil coklit (DPHP). Rekapitulasi hasil coklit ini dimaksudkan untuk menfinromasikan jumlah pemilih yang memenuhi syarat, yang oleh KPU diberi istilah PEMILIH AKTIF. Jumlah PEMILIH AKTIF adalah jumlah pemilih dalam A.DP dikurangi pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) lalu ditambah pemilih baru, yaitu warga yang telah memiliki hak memilih, tetapi tidak terdaftar di dalam A.DP (Gambar 1).
Melakukan rekapitulasi hasil coklit agar lebih mudah dikontrol benar dan tidaknya, haruslah menyertakan jumlah awal, yang dalam hal ini adalah jumlah pemilih dalam A.DP. Namun, form yang digunakan oleh KPU dalam rekapitulasi hanya menampilkan jumlah pemilih aktif, pemilih TMS, dan pemilih baru (Gambar 2). Padahal, untuk mengetahui benar dan tidaknya jumlah PEMILIH AKTIF haruslah mengetahui A.DP terlebih dahulu, lalu dikurangi pemilih TMS dan ditambah pemilih baru. Kenapa form yang digunakan rekapitulasi tidak menampilkan jumlah pemilih A.DP, sehingga terkesan ambigu? Jawaban nakal yang mungkin terjadi adalah “AGAR TIDAK SEMBARANG ORANG BISA MENGONTROL KEBENARANNYA”
Dugaan ambiguitas form rekapitulasi tersebut didukung dengan munculnya Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang tanpa mencantumkan NKK dan NIK. Siapa yang bisa memastikan dua nama yang sama yang ada dalam DPS adalah satu orang? Artinya sebagai pemlih ganda? Siapa pula yang bisa memastikan sebuah nama yang di dalam DPS adalah pemilih fiktif?
Dari awal, jumlah pemilih aktif diupayakan liar tidak terkontrol, di DPS juga tidak bisa dikontrol karena tidak mencantumkan NKK dan NIK. Untuk apa semua itu? Sebagai warga negara yang punya kewajiban mengawasi kinerja KPU hanya bisa berdo’a, semoga bukan karena memberi kesempatan bagi peserta pemilu untuk mendaftarkan sebuah nama fiktif kepada KPU yang kemudian dijawab dengan kalimat "WANI PIRO?"
Pati, 13 April 2023
AH. NOR ALI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H