Mohon tunggu...
Ahmad Habibi
Ahmad Habibi Mohon Tunggu... Freelancer - Fulltime writer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Freelance copywriter dan jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cerita Perjuangan Pernikahan Puan Maharani dan Perjuangannya dari Bawah

4 Juni 2021   16:25 Diperbarui: 4 Juni 2021   16:51 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak orang melihat Ketua DPR RI Puan Maharani sebagai perempuan kelas atas. Namun, sebenarnya ia adalah sosok yang sederhana. Hal ini tercermin dari cerita tentang pernikahannya yang bersahaja dan belum banyak terungkap. 

"Yang datang itu rakyat. Bahkan uang angpau saya itu, saya buka, uang seratusan (Rp 100) digulungi. Seratus perak, seribu perak. Tapi itulah perjuangan bersama-sama, bergotong royong. Jadi ada nuansa kebersamaan," kata Puan saat mengenang pernikahannya yang diselenggarakan satu bulan sebelum reformasi pecah.

Waktu itu, dia bercerita, keluarga kesulitan memesan gedung. Pengelola gedung yang sebelumnya sudah disewa membatalkan kontrak. Akhirnya, pernikahan digelar di rumah Kebagusan, tanpa kehadiran satu pejabat pun. 

"Apa betul Ibu Mega mau menikahkan putrinya dengan situasi seperti ini, berapa orang yang akan datang? Jadi mohon maaf tidak melakukan pernikahan di sini. Saya nangis dong, orang mau nikah nggak boleh," ucap Puan dengan senyum tipis.

Boleh dikatakan, sebagai anak politikus, Puan memiliki kenangan tak terlupakan saat reformasi 1998 terjadi. Bukan hanya karena saat itu dia memulai kehidupan baru sebagai seorang istri, Puan yang baru beranjak usia 20 itu sempat sibuk jelang reformasi bergejolak.

"Waktu-waktu jelang reformasi, saya harus menjadi orang yang mengurusi dapur umum, karena banyak datang di rumah ibu saya di Kebagusan," kata perempuan yang pernah menjabat Menko PMK itu.

Dia mengungkapkan, menu masakannya pun cukup sederhana dan seadanya saking banyaknya orang berkumpul. "Menu perjuangan reformasi. Satu ikan, tempe tahu, dengan sup, air, atau sayurnya banyak. Karena saya rasa sediakan beberapa pun tak cukup," kenang Puan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun