Pertama, mendiamkan. Setelah kaum musyrik kalah dalam konfrontasi militer, mereka menyerang Nabi Muhammad dengan berbagai cara lainnya, termasuk dalam bentuk cacian dan makian. Adalah Ummu Jamil, istri Abu Lahab, yang pertama kali melakukan itu. Ia terus-terusan memaki Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya. Bahkan, Kaum Quraisy mengubah nama Muhammad (artinya yang terpuji) menjadi Mudzammah (yang tercela). Mereka juga menggubah syair-syair yang menyerang Nabi Muhammad dan agama Islam. Pada tahap tertentu, Nabi Muhammad membiarkan dan mendiamkannya.
Kedua, menyerang yang menyerang Nabi Muhammad. Gelombang perang informasi dan cacian kepada Nabi Muhammad dan umat Islam semakin banyak dan gencar. Melihat kondisi yang seperti ini, Nabi Muhammad meminta pada sahabatnya untuk mempersiapkan diri menyerang balik mereka yang menyerang Nabi Muhammad dan umat Islam.
Ketiga, memilih orang yang tepat. Nabi Muhammad sangat paham betul bagaimana cara berperang, termasuk dalam perang informasi. Nabi Muhammad menunjuk sahabat terbaiknya untuk menjadi ujung tombak dalam perang informasi.Â
Sahabat Hassan bin Tsabit menawarkan diri untuk menjadi pemimpin pasukan perang informasi. Setelah menerima ujian dan tantangan langsung dari Nabi Muhammad dan dinyatakan qualified, maka Hassan bin Tsabit diangkat menjadi 'komandan' perang informasi.
Kalau dulu perang informasi pada zaman Nabi Muhammad mengandalkan keahlian dan kecerdasan seorang penyair untuk membungkam maka perang informasi saat ini seharusnya menggunakan data-data yang valid dan kata-kata yang sopan, bukan dengan kebohongan dan fitnah.
Keempat, memaafkan mereka yang menyerang. Seiring dengan tumbuhnya agama Islam, penyair yang membela Islam semakin banyak sementara penyair yang memusuhi Islam terus berkurang. Mereka mulai bertobat dan menyatakan diri bergabung dengan umat Islam. Melihat perkembangan ini, Nabi Muhammad memaafkan mereka semua yang dulu menyerangnya.
Kadang menjadi riskan ketika isu-isu propaganda dan saling mejatuhkan terjadi di pilpres kali ini. Tombol media sosial harus menjadi alat pemersatu, bukan justru yang sebaliknya. Demokrasi dinegeri ini harus dijunjung tinggi, semuanya mempunyai hak yang sama untuk memilih dan dipilih.
Siapakah sosok yang pantas memimpin Indonesia ke depan, wallahu a'lam hanya waktulah yang nantinya menjawab, tentunya semuanya menjagokkan calon pilihannya masing-masing.Â
Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang setidaknya mengarahkan dan memberikan pengaruh besar terhadap bangsa yang dipimpinnya. Bertanggung jawab dalam mengemban amanah yang diberikan, mempunyai semangat juang yang tinggi terhadap apa yang dilakukan.Â
Semangat mati-matian tidak hanya menjelang pemilihan, melainkan pada saat perjalanan mengemban amanah dari rakyat. Melihat itu semua, kiranya kita perlu belajar dari kepemipinan Rasulullah SAW seperti yang penulis singgung diatas.Â
Kepemimpinan merupakan sebuah modal yang harus dimiliki oleh para pemimpin yang hendak menjadi pemimpin. Secara umum model kepemimpinan dibagi menjadi 5 gaya kepemimpinan, pertama otokratis, kedua militeristis, ketiga paternalistis, keempat kharismatik, dan kelima demokratis.Â