Setelah menyalami hujan di Rutah, aku bertemu hujan dipantai Losari kota Masohi, turun tanpa diminta membasahi semua yang tidak seharusnya, membasahi semua yang telah dijaga.
Terus turun, padahal matahari sore itu masih tampak memeluk bumi dengan hangatnya. Sebentar lagi akan gelap, tanpa cahaya kita hanya akan menyaksikan gemuruh suara pilu membanjiri telinga tanpa sebab.
Entahlah, ini menjadi kesekian kalinya, aku menyaksikan pipi lembab di guyur hujan air mata, yang kadang paling susah ditebak, memang kehilangan membuat segalanya menjadi mendung, tapi Mereka benar-benar kuat, tersenyum, serta berpelukkan untuk saling menghangatkan.
Aku yakin semua orang punya luka, tapi dari mereka aku belajar banyak hal, satu diantaranya, bahwa tidak harus berebut dan ribut untuk didahulukan, tapi yang didahulukan adalah keharusan untuk disembuhkan. mereka memang pengantri terbaik setelah bebek.
Dari satu kedua, Tahun ke tahun, siang dan malam, semua akan berganti dan lenyap dengan nada yang hampir sama, yaitu lupa, tapi tidak dengan luka, sembuh yang berbekas.
*ditulis sebagai pengingat untuk mereka yang kuat bertahan dengan luka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H