Warisan Budaya Daur Ulang Tradisional
Orang Indonesia telah mengamalkan praktik daur ulang secara tradisional selama berabad-abad. Masyarakat sering memperbaiki, menggunakan kembali, dan mendaur ulang bahan untuk meminimalkan limbah dan memaksimalkan sumber daya yang terbatas.
Contohnya, keramik yang pecah sering diperbaiki dengan teknik kintsugi, di mana retakan diisi dengan pernis yang dicampur dengan debu emas atau perak, menciptakan karya seni unik.
Selain itu, daun pisang juga dimanfaatkan kembali sebagai kemasan makanan di pasar tradisional.
Praktik daur ulang ini lahir dari kebutuhan dan rasa hormat yang mendalam terhadap alam. Konsep ini telah mengakar dalam budaya kita.
Perkembangan Modern
Meskipun daur ulang bukan ide baru di Indonesia, sistem daur ulang resmi semakin menonjol dalam beberapa tahun terakhir.
Dokter Rahmat Witoelar, aktivis lingkungan hidup dan mantan menteri lingkungan hidup, berperan penting dalam memperjuangkan reformasi pengelolaan sampah negara.
Indonesia telah menerapkan tiga jenis sistem pengelolaan sampah sepanjang sejarahnya, dengan fokus pada kelestarian lingkungan dan konservasi sumber daya alam.
Pada 1950-an, orang Indonesia mulai mengenal plastik, dan sejak itu, produksi sampah plastik terus meningkat. Bahkan, 15% dari total 70 juta ton sampah di Indonesia adalah kertas.
Industri daur ulang di Indonesia semakin diminati dan mendapatkan investasi besar-besaran.