Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah dan Legenda Kerajaan Kutatandingan dan "Kuta-kuta" di Kabupaten Karawang

29 Mei 2019   12:00 Diperbarui: 30 Oktober 2022   17:24 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Jawa Barat : Foto istimewa : Nusantaranews.com

Dalam sejarah wilayah yang sekarang kita kenal sebagai kabupaten Purwakarta, kabupaten Subang dan kabupaten Karawang banyak sekali disebut-sebut, baik dalam sumber-sumber sejarah tradisional, sumber-sumber sejarah lokal maupun sumber-sumber sejarah nasional. Paling tidak pada masa kerajaan Tarumanagara yang dalam banyak sumber wilayahnya meliputi kerajaan Kutatandingan dan lain-lain yang dapat menjadi bahasan yang menarik, baik bagi kalangan sejarawan, antropolog maupun arkeolog.

Demikian pula hingga pada masa kerajaan Pajajaran, baik Pakuan Pajajaran (kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan atau Bogor) mapun kerajaan Galuh Pajajaran (kerajaan Pajajaran yang beribukota di Galuh atau Ciamis) yang menjadikan sungai Citarum menjadi garis batas wilayah masing-masing. Dimana sisi sebelah Timur Citarum menjadi wilayah kerajaan Galuh Pajajaran dan sisi sebelah Barat menjadi wilayah kerajaan Pakuan Pajajaran.

Pada masa lalu wilayah Karawang dan sekitarnya (termasuk Purwakarta dan Subang) juga disebut-sebut oleh Bhujangga Manik dalam 2 (dua) kali ekspedisinya. Silakan Anda baca tulisanku yang berjudul "Ekspedisi Bhujangga Manik di Purwakarta" di Kompasiana. Pun demikian pada masa kerajaan Sumedanglarang (penerus kerajaan Pajajaran) dengan kesultanan Banten. Dimana sisi sebelah Timur Citarum menjadi wilayah kerajaan Sumedanglarang dan sisi sebelah Barat menjadi wilayah kesultanan Banten.

Di wilayah ini setidaknya pernah ada Ukur (Kaumbulan) Nagara Agung, diantaranya adalah Ukur Aranon ( Wanayasa), Ukur Sagalaherang dan Ukur Karawang. Di kemudian hari Ukur Aranon (Wanayasa) dan Ukur Karawang digabungkan menjadi satu menjadi Kabupaten Karawang dan masa kini, masing-masing berubah: Wanayasa menjadi bagian Kabupaten Purwakarta, Karawang menjadi bagian Kabupaten Karawang dan Sagalaherang menjadi bagian Kabupaten Subang.

Pada jaman dahulu kala di sebelah barat Jatiluhur ada sebuah negara yang bernama kerajaan Kutatandingan (Kuta dalam bahasa Sunda berarti benteng pertahanan), dengan rajanya bernama Prabu Tandinganjaya, sedang patihnya bernama Pranggongjaya. Ada pun panglimanya (dalam bahasa Sunda : Panatayuda) ialah Purbakuta dan pendeta kerajaan bernama Permana Rasa, kemudian ada Lengser, Banteng Andaga, pendeta Ajar Dumadi dan Nyi Sundi Amara (permaisuri). Silakan Anda baca juga tulisanku yang berjudul "Legenda Sangkuriang di Purwakarta" di Kompasiana.

Di kabupaten Karawang ada kecamatan dan desa-desa yang berawalan kata dengan "Kuta" diantaranya adalah di kecamatan Banyusari ada desa Kutaraharja, di kecamatan Batujaya ada desa Kutaampel, di kecamatan Ciampel ada desa Kutamekar, Kutanegara, Kutapohaci, di kecamatan Kutawaluya ada desa Kutagandok, Kutajaya, Kutakarya, Kutamukti, Kutaraja, di kecamatan Rawamerta ada desa Kutawargi, di kecamatan Tegalwaru ada desa Kutalanggeng, Kutamaneuh. Pun demikian adanya di Kabupaten Purwakarta ada kecamatan Sukasari yang terdapat nama desa Kutamanah.

Pada saat pembentukan Kabupaten Purwakarta, Purwakarta mendapat 2 (dua) buah desa dari kabupaten Karawang, yaitu desa Kertamanah dan desa Sukasari, yang kemudian berkembang menjadi 5 (lima) desa, yaitu; Kertamanah, Kutamanah, Sukasari, Ciririp dan Parungbanteng. 

Pertanyaan menggelitik adalah apakah nama-nama desa dengan kata depan "Kuta" ini ada kaitannya dengan kerajaan Kutatandingan atau dalam arti kata menjadi bagian dari wilayah kerajaan Kutatandingan, dimana kerajaan Kutatandingan ini menjadi negara bagian dari kerajaan Tarumanagara berdasarkan sumber-sumber sejarah tradisional. Tentu hal ini perlu penelitian menyeluruh dan mendalam oleh para sejarawan, antropolog dan arkeolog.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun