Bangunan Gedung Pendopo seluas lebih dari 600 meter persegi ini, menjadi salah satu sarana pemerintahan Kabupaten Karawang di Purwakarta. Didirikan pada masa kolonial Hindia Belanda, yaitu pada masa pemerintahan Bupati Karawang yang bernama R.A.A. Sastraadhiningrat I (1854-1863). Sejak awal dibangun, bangunan ini difungsikan sebagai sarana pemerintahan seiring dengan pembangunan kota Purwakarta sebagai ibukota baru Kabupaten Karawang. Dengan kata lain, bangunan ini merupakan tonggak sejarah kota Purwakarta. Sedangkan Gedung Negara atau dalam Bahasa Sunda disebut Gedong Nagara. Berdiri kokoh di tengah lingkungan Pemerintah Kabupaten Purwakarta dengan kondisi yang masih terawat baik. Dahulu merupakan tempat tinggal para Bupati Purwakarta, yang biasa disebut padaleman karena bupati pada waktu itu biasa disebut dalem oleh rakyatnya. Bangunan ini merupakan suatu kesatuan dengan pendopo.
Menurut beberapa sumber sejarah sering dikatakan, bahwa Gedung Pendopo dan Gedung Negara di Purwakarta didirikan pada tahun 1856, salah satunya adalah berasal dari Naskah Pt. 121 Plt. 114 koleksi Corinus Marinus Pleyte di Layanan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, juga dari beberapa catatan lainnya dari Bupati Karawang di Purwakarta Raden Adipati Aria Sastraadhiningrat I dan Patih Kabupaten Karawang di Purwakarta, R. Tohir Natanegara
Bahan-bahan atau material pembuatan kedua gedung itu semua berasal dari sini. Batu kali diambil dari Sungai Cikao. Batu bata merah, ubin dan kapur juga berasal dari sini. Orang Cina yang bernama Tio Ahay yang membuatnya di Bongas. Pekerjaan pada waktu itu besar sekali menggunakan tenaga kuli beratus-ratus orang, termasuk yang mencetak batu bata merah, ubin dan genting. Gentingnya besar dan tebal ada 4 kati beratnya (1 kati sama dengan 625 gram, 4 kati sama dengan 2.500 gram atau sama dengan 2,5 kilogram). Orang boleh jalan di atas genteng rumah (gedung pendopo atau gedung negara) tidak pecah.Â
Orang Cina tersebut menjual 1.000 genteng dengan harga Nf 30 (30 Nederlandsch florins atau 30 gulden atau 30 rupiah) atau dengan kata lain harga per buahnya senilai Nf 0.03. Jika 1 genteng beratnya sama dengan 2,5 kilogram, maka 1.000 genteng beratnya sama dengan 2.500 kilogram atau sama dengan 2,5 ton.
Balok-balok kayu jati (Tectona grandis) diambil dari hutan-hutan Cibungur (Kecamatan Bungursari sekarang), Parakansalam (Kecamatan Pondoksalam sekarang) dan Mangga Besar. Aanemer atau pemborong pemotongan kayu jati adalah orang Cina yang bernama Tjong Asih, ayahnya adalah Wijkmeester Jaliung. Datangnya di Alun-alun (Alun-alun Kian Santang sekarang), balok-balok kayu jati itu ditarik oleh kerbau-kerbau. Ada balok-balok yang ditarik oleh 10 pasang kerbau atau 20 ekor kerbau.
Tukang tembok dan batunya seorang Belanda yang bernama Baas sedangkan tukang kayunya menggunakan tenaga orang Cina dari Batavia (Jakarta sekarang). Kaca-kaca dan paku-paku itu dibeli dari Batavia. Tukang ukir kayu pendopo dan lain-lainnya adalah orang Palembang yang tinggal di sini, yaitu Baksin namanya. Setelah selesai pembangunannya, maka diselenggarakanlah pesta besar-besaran dan segala macam jenis hiburan ada.
Kedua gedung kabupaten tersebut berturut-turut pernah dihuni oleh para bupati sebagai berikut : R.A.A. Sastraadhiningrat I (1854-1863), R.A.A. Sastraadhiningrat II (1863-1886), R.A.A. Sastraadhiningrat III (1886-1911), R.T.A. Gandanegara (1911-1925), R.A.A. Suriamiharja (1925-1942), R. Pandu Suradhiningrat (1942-1945) dan R.T. Juwarsa (1945-1948).
Kemudian setelah ibukota Kabupaten Karawang Timur (Purwakarta) dipindahkan dari Purwakarta ke Subang maka untuk kurun waktu antara tahun 1948-1968 kedua gedung kabupaten ini pernah digunakan sebagai Markas Brigade Infanteri XIV Mesa Barwang Divisi/Kodam Siliwangi yang beberapa orang komandannya dikenal sebagai : Achmad Kemal Idris, Letjen TNI (Purn.) (1949-1955), Poniman, Jend. TNI (Purn.) (1959-1962), Tarmat Widjaja, Brigjen TNI (Purn.) (1964) dan Willy Gayus Alexander Lasut, Brigjen TNI (Purn.) (1968-1970).
Kemudian setelah diundangkannya Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang, dimana Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang beribukota di Subang, maka kedua gedung dihuni kembali oleh para bupati sebagai berikut : H.R. Suria Sunarya Ronggowaluyo (1968-1969), R. Muchtar (1969-1979), H.R.A. Abubakar (1979-1980), Drs. Mukdas Dasuki (1980-1982), H.R.A. Abubakar (1982-1983), Drs. H.R. Soedarna Tresnamanggala, S.H. M.Si. (1983-1993), Drs. H. Bunyamin Dudih, S.H. (1993-2003), Drs. Tb. H. Lily Hambali Hasan, M.Si. (2003-2008) H. Dedi Mulyadi, S.H. (2008-2018) dan Hj. Anne Ratna Mustika, S.E.
Gedung Pendopo dan Gedung Negara hingga kini masih terjaga dan berfungsi dengan baik. Kini keduanya difungsikan sebagai kantor bupati dan wakil bupati. Lokasinya berada di Jl. Ganda Negara Kaum RT 43/RW 02 Kelurahan Sindang Kasih Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta.