"......... Tahun 1830 ibu negeri (ibu kota) Krawang pindah ke Purwakarta. Tahun 1832 kerusuhan atau perang kecil, Cina-cina Macao yang kerja di Pangawelan Cilangkap, semua 300 ke Purwakarta habis bikin rusak : bui, kantor  dan lain-lain, lantas ke Krawang, di Tanjungpura disambut Pangeran Alibasah datang dari Betawi (Batavia); ramai perang, Cina kalah mati separuh lari. Tidak lama Regent pangkat Adipati Suriawinata, Patihnya pangkat Temengung Sastranagara. Lain tahun rumahnya kebakaran (terbakar) besar sekali 80 rumah dan lain-lain. ........."
Menurut R. Soeria di Radja yang berjudul "Tjampaka Warna". Buku ini berhuruf Sunda (Hanacaraka) dan berbahasa Sunda. Yang mana di dalamnya ada kisah "Karaman di Purwakarta" (Perang Makao). Terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai berikut :
"Kerusuhan di Purwakarta Â
 Pada tahun 1832 banyak orang yang datang dari negeri Cina, membuka lahan tanah tak bertuan di Cilangkap, wilayah Purwakarta, sengaja datang membuka tanah. Tetapi tak lama setelah datang ke sana (langsung saja) membuat kerusuhan, menyerbu ke Purwakarta terus ke Karawang. Peristiwa penumpasan kerusuhan itu digubah dikarang menjadi lagu oleh pengiring atau ajudan Dalem Cianjur saat itu yang ikut mengalami sendiri seperti yang tercantum di bawah ini : ........."
Asmarandana
kepada Tuan Residen di loji, / Anda segera memerintah (mengatur), / sanak saudara kumpulkan semua! / Di dalam kanda tunggu, / Untuk menghadap, / Kepada Tuan Residen Cianjur!" / Tiba-tiba datanglah upas. /
Bupati segera berkata lagi : / "Haji segeralah (pergi)!" / Raden Haji Muhyi menghormat, / menyembah sambil terus pergi, / Upas memberi tahu, / Katanya, "Paduka dipanggil, / oleh Tuan Residen ke seberang." /
Semula Bupati telah menyiapkan, / kereta segera dinaiki, / Baru saja di dekat kantor, / lonceng bedug telah berbunyi, / gong dibunyikan di jalan, / Riuh rendah bergerak tergesa-gesa, / orang-orang simpang siur. /
Bupati telah tiba di loji, / Kemudian berbicara, / dengan Tuan Residen, / dan Bupati Purwakarta. / Semua telah sepakat, / akan berangkat pukul tiga, / Sejak siang hari ini, /
Tak lama berada di loji, / lalu naik kereta, / yang dua Regent (Bupati) duduk berdampingan, / Sesampainya di pendopo, // di dalam telah (nampak) hadir, / rakyat yang muda yang tua, / berkumpul bersalaman. /
Bupati Purwakarta berpindah, / ke masjid dekat pendopo, / serta berganti pakaian, / satu stel tidak kurang, / Sekarang ganti tembang, / Durma menggantikan pupuhnya, / yang melanjutkan cerita."