Mohon tunggu...
A Syaifudin S
A Syaifudin S Mohon Tunggu... Buruh - Tukang kelontong dari sorga, hidup di dunia hanya numpang ketawa :D

Buku : Susah Tidur (Sekumpulan Bunga yang Gugur ) Suka telanjang saat mandi, dan tidur pada tempatnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Puing-puing | Main Congklak Sama Capres dan Cawapres

8 Januari 2019   16:14 Diperbarui: 8 Januari 2019   16:54 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MAIN CONGKLAK SAMA CAPRES DAN CAWAPRES

 "Karena hidup tidak hanya mengambil tapi juga memberi"

Hembusan angin sore itu sangat kencang, langit -- langit biru mulai tertutup oleh mendung, suara kilat menggelegar merambat dari kota ke perdesaan, itulah gambaran kecanggihan teknologi sekarang 1 menit berita bisa viral. Tapi yang paling penting kita kehujanan basah kuyup atau tiduran di rumah nonton tv sambil makan kerupuk, menikmati keributan ini itu yang bikin bulu -- bulu leher berdiri sendiri se akan -- akan ada aura -- aura kebencian.

Sekarang tv -- tv tidak hanya berada di perkotaan atau di perdesaan. Di penjuru warung -- warung di sediakan fasilitas tv sebagai wahana nobar kejuaraan sepak bola, tapi chanel itu di tahun 2019 mulai di arahkan ke acara televisi soal debat memperkuat dukungan capres dan cawapres yang pada tahun 2019 akan mencatat sejarah baru yang memang harus di abadikan dan di informasikan. Seakan -- akan ini adalah permaian sepak bola baru para kaum penikmat kopi,  yang banyak suposter-nya sana -- sini teriak yel -- yel antar pendukung sebagai bentuk partisipasi dalam pemilu tahun 2019, itu hal yang bagus dan luar biasa dalam membentuk kreatifitas dan ketrampilan setiap pemilih. Tapi kreatifitas itu akan hilang dan lebur dengan kata -- kata yang saling memojokan satu sama lain.

Sore itu Langlang kebingungan di tinggal kakaknya Buana pergi ke warung, pasalnya dia di tinggal sendiri di area persawahaan di bawah gubuk kecil. Temannya hanyalah rintihan hujan, karena semua yang dia dengar sebuah anugrah yang luar biasa meskipun yang di dengar adalah berita -- berita yang kadang tidak benar. Dia bersyukur tidak bisa melihat, memang Tuhan memberikan kebutaan terhadap matanya bukan sebuah musibah atau rasa cacat, dia mulai memaknai kebutaan ketika berkali -- kali mendengar cerita dari kakaknya Buana yang menjelaskan di dunia ini apa yang tidak menipu? Padangan mata yang selalu dilihat hanyalah fana yang sebenarnya kesimpulan indah dan buruknya muncul dari hati yang paling dalam bukan karena pandangan mata. Bagaimana tidak? tanpa melihat, Langlang tahu  bahwa nilai keindahan bisa dia rasakan lewat sentuhan dan rabaannya dari hati yang paling dalam mengenahi perilaku setiap orang. Bukan karena berpakaian yang rapi atau compang camping tapi melainkan dari perilaku yang diberikan kepada orang lain itulah keindahan menurut Langlang dalam mengartikan kebutaannya.

Tak lama hujan berhenti, Buana dan adek -- adeknya kembali menemui Langlang. Awalnya ingin memulung dijalanan tapi Buana berubah pikiran saat melihat seorang anak desa sedang bermain congklak yang sangat seru penuh denga nilai ke agungan yang berharga untuk adek -- adeknya. Akhirnya Buana hanya membawakan berbutir -- butir batu kerikil dan satu batang ranting sebagai percobaan permaian tersebut. yang dimana permaian itu dari kecil belum pernah dia mainkan sama sekali.

Karena tidak memiliki papan congklak, Buana akhirnya melukiskan lingkaran -- lingkaran kecil berjumlah 14 lingkaran yang berhadapan dengan 7 lingkaran untuk  lawan dan 7 lingkaran untuk  dirinya sendiri, begitu juga dilukiskan dua lingkaran besar di kedua sisi. Ketika lukisan papan congklak itu selesai adeknya mulai bingung apa yang Buana lakukan dengan lingkaran - lingkaran tersebut. Denga rasa penasaran Bara bertanya pada kakaknya.

"Kenapa lingkaran yang berhadapan kok cuma 7?" Tanya Bara merasa bingung.

Buana berpikir sejenak karena Buana juga belum begitu mengerti.  Tak lama dari itu karena memiliki pemikiran yang sangat cepat dia mulai menjawab sesuai dari perjalanan hidupnya.

" Oh itu ... Jadi 7 melambangkan sebuah hari, dimana hari -- hari itu nantinya akan terus kita lewati, begitu juga melewati hari lainya hingga kita jatuh pada lingkaran yang paling besar yaitu kematian" Ucap Buana sambil menunjuk kedua lubang besar di kedua sisi.

"Terus cara bermainnya gimana mas?" Tanya Langlang yang hanya bisa mendengar.

"Di dalam permaian kita disediakan 7 lingkaran yang saling berlawanan, di setiap lingkaran nanti kita isi dengan batu kerikil ini dengan berjumlah 7 biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lingkaran lubang yang akan diambil isinya dan meletakkan satu ke lingkaran di sebelah kanannya dan seterusnya berlawanan arah jarum jam. Bila kerikil habis di lingkaran kecil yang berisi kerikil  lainnya, ia dapat mengambil kerikil - kerikil tersebut dan melanjutkan mengisi, bila habis di lingkaran besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lubang kecil di sisinya. Bila habis di lingkaran kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh kerikil di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lingkaran kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa" Buana menjelaskan sambil mempraktikan langkah dan alur permainan.

"Terus yang menang ?" Tanya Langlang

"Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada kerikil lagi yang dapat diambil. Pemenangnya adalah yang mendapatkan kerikil terbanyak dari masing -- masing lingkaran besar tersebut" Kata Buanan.

Bara, Langlang menganggukan kepala karena di rasa sudah paham, sedangkan Gundawa hanya bisa bersandar di kolom bambu gubuk kecil  tidak bisa apa -- apa karena tuli dan bisu.

Buana menantang Bara sebagai lawan pertamannya, keduanya berduduk bersila sambil mengisi kerikil ke dalam tujuh lingkaran  tersebut, sedangkan Langlang memperhatikan suara kakak  - kakaknya sebelum melanjutkan permaian berikutnya.

"Et !! Jangan lupa di ingat lingkaran berjumlah tujuh di hadapanmu dan biji berjumlah tujuh disetiap lingkaran itu adalah perjalanan hidupmu yang harus benar -- banar kamu pikirkan sebelum masuk ke lingkaran yang lebih besar ini.. yaitu lubang kematian"  Kata Buana sambil menunjuk 2 lubang besar di kedua  sisinya.

Permaian di mulai oleh Bara yang mulai mengangkat kerikil dalam satu lingkaran  untuk diputar dan di bagi -- bagikan ke dalam lingkaran berikutnya termasuk lingkaran  lawan.  Dari situ satu persatu sebuah makna dipahami oleh Langlang, meski tidak bisa melihat dan tidak memainkan dia memaknai setiap kata dari kakaknya bahwa hidup terkadang juga harus berbagi satu sama lain meskipun itu isi miliknya dan memiliki bobot kemenangan yang tinggi.

"Eh mas kira -- kira capres dan cawapres saat ini pernah main gini nggak ya?" Tanya Langlang kepada kedua kakaknya yang asik bermaian.

"Mungkin dulu waktu kecil pernah, kalau sekarang mainya ya politik lah" ucap Bara sambil berpikir menghadapi kakaknya yang sudah mendapatkan biji banyak di lubang besarnya.

"Kalau saya amati dari apa yang kalian bicarakan, permainan ini sama halnya perjalanan  menuju kemenangan calon seorang presiden nantinya" timpa kata Langlang yang membuat Buana terkejut dan mulai berpikir.

"Bentar -- bentar .... benar juga apa yang kamu katakana lang ! apa benar yang kamu maksud kami berdua adalah calon presiden dan biji -- bijian ini adalah suara rakya yang selalu kami putar -- putar?" Tanya Buana dalam memaknai permainan congklak di era saat ini.

"Nah itu... sangat cocok sekali dengan pemikiranku"  Jawab Langlang.

"Kalau menurutku beda jauh sih... apa ada capres dan cawapres yang membagi -- bagikan suara rakyatnya ke lawannya? Yang ada paling ya saling mencuri suara untuk memenangkan pemilihannya" Bara menolak pemikiran kakak dan adiknya.

"Betul... tapi maksudnya andai sistem bermainya seperti bermain congklak ini kita tahu bawa perjuangan setiap harinya  yang kadang kita tidak hanya mengambil isi dari lawan tapi kita juga harus memberi isi kepada lawan dan sebaliknya sesuai dengan perjalanan yang sudah ditentukan,  sehingga isi -- isi itu tidak hanya perpihak dalam satu pemikiran mereka bisa berkeliling kedua pemikiran, pada akhirnya isi tersebut akan jatuh kelubang yang mana atara dua lubang tersebut sesuai dengan analisa dan kemampuan berpikirnya masing - masing" Pemaknaan Langlang diperjelas

"Maksudnya tidak akan mengklaim siapa yang memiliki pemikiran paling baik? Karena isi -- isi itu berputar bisa merasakan seluruh perjalanan pemikiran lawan? Yang pada titik akhir mereka akan memilih pilihannya dan jatuh diantara lingkaran besar tadi? Begitu? " Bara semakin paham dengan adiknya.

"Kurang lebih seperti itu, sehingga tidak ada lagi suara -- suara yang selalu mengklaim bahwa pilihanya paling baik tanpa mengetahui seluruh perjalanan masing -- masing colon.. Sebenarnya mengklaim paling baikpun tidak terjadi masalah, tapi yang menimbulkan masalah kalau sudah merasa paling baik terus memojok -- mojokan satu sama lain hingga bertebaran kebencian" Ungkap Langlang

"Tapi di Indonesia tidak seperti yang kamu katakan Lang !! semua berjalan dengan damai -- damai saja tanpa ada ujaran kebencian..! ye Bara menang" di sela -- sela akhir pembicaraan Bara teriak dengan senang karena mengalahkan kakaknya dalam permainan congklak tersebut.

Dengan rasa senang hati Buana mengakui kehebatan pemikiran adiknya dalam mengatur strategi permainan tanpa adanya unsur kebohongan. Langlang pun ikut tersenyum meskipun tak mampu melihat seberapa senangnya Bara yang mampu mengalahkan kakaknya dalam permaian tersebut. sedangkan Gundawa hanya tertidur pulas mencari arti dalam mimpinya akan rasa bisu dan buta yang diberikan oleh Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun