Mohon tunggu...
Ahmad Khoirul Ikhsan
Ahmad Khoirul Ikhsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta yang memiliki ketertarikan terhadap dunia tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju Pilkada 2024, Ancaman bagi Persatuan dan Kebhinekaan

16 Juli 2024   21:20 Diperbarui: 17 Juli 2024   11:58 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terdapat beberapa pandangan dalam sebuah fenomena politik identitas, Pierre Van Den Bergh (1991) maupun Ubed Abdilah (2002) menjelaskan tiga perspektif teoritis dalam mengkaji fenomena politik identitas yaitu primordialisme, konstruktivisme, dan instrumentalisme.

Dalam pendekatan pertama, argumentasi primordialisme yang melihat fenomena agama dalam kategori sosio-biologis. Dalam pandangan ini memiliki perspektif jika kelompok sosial dapat dikarakteristik oleh gambaran wilayah, agama, kebudayaan, bahasa, dan organisasi sosial sebagai hal “given” dan tidak bisa dibantah.  Dan secara konseptual, pandangan ini menekankan kehadiran identitas etnik dan agama primordial memiliki sebuah fungsi sebagai perekat sebuah komunitas. Para pendukung primordialisme secara definitif menekankan pada pencapaian kepentingan kolektif dan kemampuan identitas kolektif untuk mendefinisikan dan mengartikulasi perspektif umum tentang sejarah. Pendekatan primordialisme mengatakan bahwa kepentingan individu anggota agama didukung oleh kepentingan kelompok dan pemimpinnya untuk memperkuat basis agama sebagai kekuatan sosial. Namun, dalam pendapat ini tidak bisa dipertahankan secara metodologis karena membatasi ruang tafsir dan penerangan akan perubahan fenomena sosial yang terjadi secara waktu ke waktu.

Pendekatan kedua adalah konstruktivisme yang dikembangkan oleh Frederik Barth. Di dalam teori ini memiliki pandangan identitas agama dan budaya, sebagai hasil dari proses yang kompleks, di mana batas-batas simbolik terus dibangun dan membangun, oleh manfaat mitologi yang berlangsung melalui bahasa maupun pengalaman masa lampau. Frederik Barth sendiri lebih jauh memiliki argumentasi jika agama dan etnisitas mengalami banyak perubahan terus menerus dan bahwa batas keanggotaan suatu kelompok etnik sering dinegosiasikan dan dinegosiasikan kembali.

Menurut konsep identitas situasional, setiap orang akan melakukan proses komunikasi melalui pertukaran simbol, pembentukan makna, dan menetapkan tujuan dalam kehidupan sehari hari mereka dengan situasi, kondisi, dan tujuan yang ingin dicapai.

Di dalam sebuah dunia politik salah satu faktor terbesar di dalam besarnya pemilih adalah faktor persamaan agama. Jika dilihat dari setiap tahun politik yang ada pemilih cenderung memilih paslon politik yang memiliki kesamaan agama dengannya.

Politik identitas bisa membawa dampak atau efek yang signifikan terhadap lingkup sosial baik sisi positif maupun negatif.

Dalam hal ini politik identitas juga menjadi sebuah tantangan bagi para aktor politik dalam membangun sebuah negara demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Di dalam sebuah sistem demokrasi juga memberi peluang dan kesempatan berkembangnya suatu pemahaman politik yang muncul dari perbedaan budaya di Indonesia. Sebab itu seharusnya politik identitas berjalan sesuai dengan kerangka prinsip berdemokrasi dan tidak mengandung sebuah unsur kekerasan atau intimidasi terhadap suatu kelompok yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun