Merokok adalah kebiasaan yang sering dianggap dapat membantu menenangkan pikiran dan mengatasi stres. Meskipun sudah banyak peringatan dan bukti ilmiah yang menunjukkan bahaya jangka panjang dari merokok, tetap saja banyak orang yang menyepelekan risikonya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
Efek Sementara Nikotin
Nikotin dalam rokok memang memberikan efek relaksasi yang cepat dan dapat meningkatkan suasana hati dalam jangka pendek. Ketika seseorang merokok, nikotin dengan cepat diserap ke dalam aliran darah dan mencapai otak dalam waktu sekitar 20 detik. Di otak, nikotin meningkatkan pelepasan dopamin, neurotransmitter yang berperan dalam perasaan senang dan kepuasan. Hal ini membuat perokok merasa lebih tenang dan nyaman, sehingga mereka sering kali menganggap merokok sebagai solusi untuk mengatasi stres dan kecemasan.
Namun, efek nikotin ini bersifat sementara. Setelah efek tersebut hilang, perokok sering kali mengalami gejala penarikan. Gejala ini muncul ketika kadar nikotin dalam tubuh menurun, dan dapat mencakup:
- Gelisah
- Kecemasan
- Stres yang lebih parah
- Sakit kepala
- Insomnia
- Sulit berkonsentrasi
Gejala penarikan ini dapat mulai muncul dalam waktu 30 menit setelah merokok dan biasanya memuncak dalam satu hingga tiga hari setelah berhenti. Ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh gejala penarikan ini membuat perokok merasa terpaksa untuk merokok lagi agar mendapatkan kembali perasaan nyaman yang mereka rasakan sebelumnya. Siklus ini menciptakan ketergantungan, di mana perokok terus mencari rokok sebagai cara untuk mengatasi gejala penarikan dan merasa nyaman kembali.
Dengan demikian, meskipun merokok memberikan efek relaksasi sementara, ketergantungan yang terbentuk akibat siklus ini justru dapat memperburuk kondisi mental dan emosional perokok dalam jangka panjang.
Mitos yang Beredar di Masyarakat
Di banyak masyarakat, terdapat mitos bahwa merokok adalah cara efektif untuk menghilangkan stres. Banyak orang percaya bahwa merokok dapat memberikan ketenangan dan membantu mengatasi tekanan emosional. Namun, penelitian menunjukkan bahwa merokok justru memperburuk kondisi stres dalam jangka panjang.
1. Efek Nikotin dan Ilusi Ketenangan
- Ketika seseorang merokok, nikotin yang terkandung dalam rokok meningkatkan pelepasan dopamin di otak. Dopamin adalah neurotransmitter yang berperan dalam menciptakan perasaan senang dan nyaman. Ini memberikan ilusi ketenangan dan membuat perokok merasa lebih baik dalam jangka pendek.
- Setelah efek nikotin hilang, perokok sering kali mengalami gejala penarikan, seperti gelisah, cemas, dan stres yang lebih parah. Hal ini terjadi karena kadar nikotin dalam tubuh menurun, yang menyebabkan perasaan tidak nyaman dan dorongan untuk merokok lagi .
2. Dampak Jangka Panjang
- Penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan non-perokok. Ketergantungan pada nikotin menciptakan siklus di mana perokok merasa perlu untuk merokok lagi untuk mengatasi gejala penarikan, yang pada gilirannya hanya memperburuk kondisi stres mereka.
- Selain dampak psikologis, merokok juga menyebabkan kerusakan pada sistem kardiovaskular dan paru-paru. Kerusakan ini dapat meningkatkan tekanan fisik pada tubuh, yang berkontribusi pada perasaan stres dan kecemasan yang lebih besar. Stres fisik ini dapat memperburuk kesehatan mental dan emosional seseorang.