Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU Perampasan Aset Terkendala: Antara Tekanan Masyarakat dan Dinamika Politik

10 Desember 2024   18:10 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:10 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
konfrontasi.com/Antara Foto(dok.antara)

c. Fokus pada Pemulihan Aset (Asset Recovery)

Eddy menekankan bahwa dalam konteks UNCAC, asset recovery diterjemahkan sebagai pemulihan aset, bukan sekadar perampasan aset. Pemulihan aset mencakup upaya untuk mengembalikan hasil kejahatan kepada negara atau pihak yang dirugikan. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pelaku (follow the suspect), tetapi juga pada aliran dana (follow the money), sehingga menciptakan upaya yang lebih komprehensif dalam pemberantasan korupsi.

d. Tantangan Implementasi

Salah satu tantangan utama dalam mengadopsi NCBAF adalah penyusunan hukum acara yang sesuai. Dalam konteks Indonesia, hukum acara yang detail dan tepat diperlukan untuk menjamin proses perampasan aset tetap berada dalam kerangka hukum yang adil. Hal ini melibatkan aspek teknis seperti pembuktian, penentuan status aset, dan perlindungan hak-hak pihak ketiga yang mungkin terlibat.

e. Kesatuan Pendekatan UNCAC

Eddy juga menegaskan pentingnya memahami UNCAC secara menyeluruh dan tidak parsial. Sebagai instrumen internasional, UNCAC memberikan pedoman yang terintegrasi dalam memerangi korupsi, meliputi pencegahan, penindakan, kerja sama internasional, dan pemulihan aset. Hal ini menunjukkan bahwa RUU Perampasan Aset harus menjadi bagian dari upaya yang lebih besar untuk menciptakan sistem pemberantasan korupsi yang efektif, efisien, dan berstandar internasional.

Pernyataan Wamenkum Eddy menggambarkan upaya pemerintah untuk memperkuat regulasi pemberantasan korupsi melalui RUU Perampasan Aset, dengan fokus pada integrasi konsep NCBAF. Meski menghadapi tantangan teknis dan hukum, langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyelaraskan hukum nasional dengan standar internasional guna menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

2. Praktik Perampasan Aset dan Posisi RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas

Wamenkum Edward O. S. Hiariej menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki praktik perampasan aset sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi, meskipun masih berdasarkan konsep Conviction Based Asset Forfeiture (CBAF). Ini berarti perampasan aset dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Langkah ini telah berlangsung sejak diberlakukannya undang-undang tindak pidana korupsi pada tahun 1964 hingga yang terbaru, UU No. 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

a. Perampasan Aset Berbasis Conviction Based Asset Forfeiture (CBAF)

CBAF menjadi dasar dalam perampasan aset selama ini, di mana aset yang dirampas harus melalui proses peradilan formal terlebih dahulu. Dalam model ini, aset hanya dapat dirampas jika pelaku dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Hal ini dilakukan oleh institusi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. Namun, pendekatan ini memiliki keterbatasan, terutama dalam kasus di mana pelaku sulit dijerat secara hukum, misalnya jika pelaku melarikan diri atau telah meninggal dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun