Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Burung di Rimba Langit

1 Desember 2024   17:10 Diperbarui: 1 Desember 2024   17:16 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/fatma199819071 

Bukan ranting rapuh yang menopang jiwa,
Tapi akar kokoh yang menggenggam bumi;
Kami bukan bunga yang menunggu kumbang,
Kami badai yang memilih kapan dan ke mana terbang.

Dunia berkata, "Jadilah burung di sangkar emas,"
Tapi sangkar tetaplah sangkar,
Entah berlapis perak atau dihias permata,
Ia hanyalah jeruji mimpi,
Mengunci sayap pada langit yang tak pernah tergapai.

Kami adalah embun di ujung dedaunan,
Bukan untuk jatuh, tetapi untuk melawan cahaya yang menguapkan.
Kami adalah rimba yang tak takut pada api,
Karena dari abu, kami tumbuh kembali.

Jangan sebut kami lemah,
Kami adalah angin yang mencium laut,
Mengantar gelombang pada pantai berbatu,
Membelah karang tanpa pedang,
Menggoyahkan gunung tanpa suara perang.

Jangan ajarkan kami diam,
Kami telah tahu bahasa luka,
Bersyair pada malam yang melahirkan bintang.
Kami telah merapal mantra pada hujan,
Mencipta pelangi di sela kabut kelam.

Di dalam rumah bukan tempat kami dikurung,
Tetapi tempat kami membangun istana pemikiran,
Dapur bukanlah api penjara,
Melainkan tungku semangat yang membakar dunia.

Jika engkau memandang kami hanya bayang,
Ingatlah, bayang tak pernah tunduk pada pijar.
Kami adalah lilin dan matahari,
Yang menyala bukan untuk habis,
Tetapi menerangi jalan bagi yang terlahir kemudian.

Oh, dunia, hentikan rantai tak kasat mata,
Biarkan sayap kami menjelma rimba,
Kami burung di langit yang tak mengenal batas,
Terbang bebas dalam lagu kesetaraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun