Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perjalanan Emas di Pasar Senja

29 November 2024   19:49 Diperbarui: 29 November 2024   19:49 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/ppatrickp_ 

Di lorong senja, waktu menjahitkan dusta,
Serupa benang emas yang melingkar tiada ujungnya,
Tangan-tangan tak terlihat, membasuh wajah dengan cermin kabur,
Mengirimkan bisikan janji yang gugur sebelum akar tumbuh.

Di ladang yang tak pernah kering, buah kepercayaan diculik malam,
Ditebus dengan daun-daun kering yang berkilau samar,
Pohon integritas kehilangan daun,
Hanya tinggal ranting-ranting bengkok menuding langit tanpa suara.

Siapa yang membawa obor di jalan gelap ini?
Nyala itu bukan terang, hanya permainan bayang-bayang,
Koin berbicara dalam bahasa rahasia,
Membentuk istana pasir di bawah hujan janji.

Tidakkah kau dengar suara bumi yang lelah?
Ia menangis di sela gemerisik daun kering yang dipijak berat,
Kehormatan diubah menjadi barang lelang,
Penawar tertinggi tak perlu nama, cukup segenggam matahari palsu.

Dan di malam sunyi, angin bertanya pada dirinya sendiri,
Apakah keadilan hanya burung yang terbang rendah?
Yang datang dan pergi, meninggalkan jejak samar di lumpur sejarah.

Berhentilah, wahai para pengelana di pasar gelap waktu,
Bukankah matahari tak pernah meminta emas untuk terbit?
Apakah nuranimu telah dijual dengan harga yang hanya langit yang tahu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun