Pendidikan adalah fondasi utama dalam pembangunan bangsa. Sistem evaluasi yang menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan terus mengalami perubahan, terlebih ketika pandemi Covid-19 melanda. Pandemi ini tidak hanya mengubah pola kehidupan masyarakat, tetapi juga memaksa dunia pendidikan untuk beradaptasi dengan situasi yang serba tidak pasti. Salah satu perubahan besar terjadi pada pelaksanaan Ujian Nasional (UN), yang selama ini menjadi penentu kelulusan dan seleksi masuk jenjang pendidikan lebih tinggi.
Pada tahun 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) resmi menghapus pelaksanaan UN dan ujian kesetaraan melalui Surat Edaran Mendikbud No. 1 Tahun 2021. Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi pandemi yang masih berlangsung serta kebutuhan untuk menjaga keselamatan siswa, guru, dan seluruh pihak terkait. Sebagai gantinya, kelulusan siswa ditentukan berdasarkan nilai rapor, nilai sikap, serta ujian yang diselenggarakan oleh sekolah.
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada teknis pelaksanaan ujian, tetapi juga membuka ruang untuk refleksi lebih dalam tentang sistem evaluasi pendidikan di Indonesia. Dengan ditiadakannya UN dan pengenalan Asesmen Nasional (AN) sebagai pengganti, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru dalam memastikan keberlanjutan mutu pendidikan di tengah keterbatasan.
Ujian Nasional (UN) telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan Indonesia selama bertahun-tahun. Sebagai alat evaluasi standar, UN tidak hanya menentukan kelulusan siswa tetapi juga sering dijadikan tolok ukur kualitas pendidikan di berbagai daerah. Namun, kebijakan ini juga tak lepas dari kritik. Banyak yang menilai bahwa UN hanya menekankan hasil akhir tanpa memperhatikan proses pembelajaran secara menyeluruh, sehingga memunculkan tekanan berlebih bagi siswa, guru, bahkan orang tua.
Ketika akhirnya UN dihapus pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19, keputusan tersebut memunculkan pro dan kontra. Sebagian pihak merasa penghapusan UN memberikan kesempatan bagi sistem pendidikan untuk lebih berfokus pada proses belajar yang holistik dan relevan. Sementara itu, pihak lainnya khawatir bahwa tanpa UN, standar pendidikan nasional bisa menjadi sulit diukur secara konsisten.
Kini, pertanyaan besar yang terus bergema adalah: manakah yang lebih baik, dengan atau tanpa Ujian Nasional? Diskusi ini tidak hanya menyangkut kebijakan pendidikan, tetapi juga menyentuh bagaimana sistem pendidikan dapat menciptakan generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Dampak Positif Ujian Nasional
1. Standarisasi Nasional
Ujian Nasional (UN) dirancang untuk menciptakan standar mutu pendidikan yang seragam di seluruh Indonesia. Dengan soal yang sama untuk semua siswa di berbagai daerah, UN bertujuan mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Standarisasi ini membantu pemerintah mengidentifikasi daerah yang membutuhkan perhatian lebih dalam pengelolaan pendidikan, seperti alokasi sumber daya, pelatihan guru, dan pengembangan kurikulum.
2. Motivasi Belajar
Tekanan untuk meraih nilai tinggi dalam UN sering kali menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar lebih giat. Dalam konteks ini, UN dianggap mampu menciptakan budaya kompetisi sehat yang mendorong siswa mengoptimalkan kemampuan mereka. Selain itu, target yang jelas membuat siswa lebih fokus dalam menguasai materi pembelajaran. Meski tekanan ini terkadang menimbulkan stres, banyak siswa yang justru merasa lebih terpacu untuk mencapai prestasi terbaik.
3. Evaluasi Sistemik
Hasil UN memberikan data yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja sekolah dan guru secara sistemik. Melalui analisis hasil UN, pemerintah dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan sistem pendidikan di berbagai wilayah. Data ini juga menjadi dasar bagi pengambilan keputusan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, seperti pembaruan metode pengajaran, pengadaan fasilitas, atau revisi kurikulum. Dengan demikian, UN berfungsi tidak hanya sebagai alat ukur siswa, tetapi juga sebagai refleksi bagi sistem pendidikan secara keseluruhan.