Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena "Kumpul Kebo": Arti, Asal-Usul, dan Makna di Balik Istilah yang Kontroversial

16 Oktober 2024   07:30 Diperbarui: 16 Oktober 2024   07:33 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/happyplace5 

Istilah "kumpul kebo" yang sering digunakan untuk menggambarkan pasangan yang tinggal bersama tanpa menikah sebenarnya berasal dari pengaruh bahasa Belanda. Awalnya, istilah ini adalah "koempoel gebouw," yang dalam bahasa Belanda, "gebouw" berarti bangunan atau rumah. Jadi, "koempoel gebouw" secara harfiah berarti berkumpul di bawah satu atap rumah.

Namun, seiring waktu, pengucapan dan pemahaman istilah ini berubah di telinga orang Indonesia. Kata "gebouw" yang sebenarnya merujuk pada bangunan atau rumah, terdengar seperti "kebo," yang dalam bahasa Indonesia berarti kerbau. Akibatnya, muncul istilah "kumpul kebo" untuk menggambarkan pasangan yang hidup bersama tanpa pernikahan, meskipun maknanya telah bergeser dari arti aslinya.

Istilah ini berkembang menjadi simbol kritik sosial terhadap pasangan yang memilih tinggal bersama tanpa adanya ikatan resmi pernikahan, dengan konotasi yang kurang baik di mata sebagian besar masyarakat. Perubahan arti ini menjadi contoh bagaimana bahasa dan budaya dapat berkembang serta mempengaruhi persepsi sosial dari generasi ke generasi.

Mengapa Disebut Kumpul Kebo?

Istilah "kumpul kebo" memiliki konotasi negatif karena secara implisit menghubungkan perilaku manusia dengan perilaku binatang, khususnya kerbau, yang hidup bersama tanpa ikatan resmi. Penyebutan ini menganalogikan pasangan yang hidup bersama tanpa menikah seolah-olah seperti binatang yang tidak terikat oleh norma atau aturan sosial, seperti pernikahan yang sah.

Oleh karena itu, istilah ini tidak hanya merujuk pada kondisi hidup bersama, tetapi juga memberikan penilaian moral yang kurang baik terhadap perilaku tersebut. Dalam pandangan sebagian besar masyarakat tradisional, pernikahan adalah institusi penting yang sah secara hukum dan agama. Maka, hidup bersama tanpa menikah sering kali dianggap sebagai pelanggaran norma sosial, sehingga istilah "kumpul kebo" muncul dengan nada kritik sosial yang tajam.

Penggunaan istilah ini secara historis dimaksudkan untuk memberikan tekanan negatif terhadap perilaku tersebut, memperlihatkan ketidaksetujuan budaya yang ada.

Dalam dunia politik, istilah "kumpul kebo" juga ada padanannya, yaitu "cohabitation". Istilah ini diambil dari bahasa Latin cohabitare, yang berarti tinggal bersama, dan kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Inggris menjadi cohabitation. Dalam konteks politik, istilah ini merujuk pada situasi di mana presiden dan perdana menteri berasal dari partai politik yang berbeda, namun mereka tetap harus bekerja sama dalam memerintah suatu negara.

Istilah "cohabitation" pertama kali muncul pada tahun 1983, dua tahun setelah terpilihnya François Mitterrand sebagai Presiden Prancis (1981-1995). Mitterrand, yang berasal dari Partai Sosialis, harus bekerja sama dengan perdana menteri dari partai yang berseberangan secara ideologi. Fenomena ini terjadi karena di Prancis, sistem pemerintahan semi-presidensial memungkinkan adanya pemisahan kekuasaan antara presiden dan perdana menteri, yang dapat berasal dari partai yang berbeda, tergantung pada hasil pemilu legislatif.

Cohabitation dalam politik sering kali menciptakan ketegangan karena perbedaan pandangan politik yang tajam antara kedua pemimpin, namun mereka harus tetap menjalin kerja sama demi menjalankan pemerintahan secara efektif. Situasi ini mirip dengan istilah "kumpul kebo" dalam kehidupan sosial, di mana dua pihak yang tidak terikat secara resmi tetap hidup bersama, meski dalam konteks politik, cohabitation menekankan pada aspek kerja sama meskipun terdapat perbedaan ideologi atau tujuan.

Dengan demikian, dalam dunia politik, "cohabitation" menggambarkan dinamika kekuasaan di mana presiden dan perdana menteri harus tinggal "di bawah satu atap" pemerintahan, meskipun memiliki latar belakang politik yang berbeda, sering kali tanpa adanya keselarasan penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun