"Jalan Yang Licin Yang sering Dilalui Orang, Lebih Baik Sebagai Pilihan, Ketimbang Jalan Tol Yang Indah Dan Bagus Yang Tidak Pernah Dilalui Sesiapa-pun" - Suatu Landasan Aforisme Filosofis.
Postulat ini membawa kita pada diskusi mendalam tentang pragmatisme politik dan nilai pengalaman kolektif dalam pengambilan keputusan. Mari kita uraikan maknanya secara filosofis:
Metafora "jalan yang licin yang sering dilalui" menggambarkan tradisi atau praktik politik yang telah teruji waktu, meskipun tidak sempurna. Ini mencerminkan akumulasi pengalaman kolektif dan pembelajaran sosial yang telah terbentuk melalui trial and error dalam perjalanan sejarah. Meskipun "licin" - yang mengindikasikan adanya risiko dan ketidaksempurnaan - jalur ini telah membuktikan keberlanjutannya.
Sementara "jalan tol yang indah dan bagus yang tidak pernah dilalui" merepresentasikan solusi ideal yang belum teruji dalam praktik. Ini bisa dianalogikan dengan teori-teori politik yang sempurna di atas kertas atau kebijakan yang terlihat menjanjikan namun belum memiliki preseden keberhasilan.
Dalam konteks Indonesia kontemporer, postulat ini relevan dengan berbagai eksperimen politik dan hukum yang kerap dilakukan. Ketika pembuat kebijakan tergoda untuk mengadopsi sistem atau aturan baru yang terlihat progresif namun belum teruji, seringkali hasilnya tidak sebaik yang diharapkan. Contohnya dapat dilihat dalam berbagai reformasi sistem pemilu atau desentralisasi yang kadang menghasilkan konsekuensi tak terduga.
Namun, postulat ini juga mengandung paradoks: bagaimana inovasi politik bisa terjadi jika kita selalu memilih jalur yang sudah ada? Ini menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan antara stabilitas dan perubahan dalam sistem politik. Mungkin jawabannya terletak pada pendekatan gradual - di mana perubahan dilakukan secara bertahap dengan tetap menghormati pembelajaran dari pengalaman masa lalu.
Dalam perspektif filosofi politik, postulat ini mengingatkan kita pada pemikiran Edmund Burke tentang nilai tradisi dan kebijaksanaan kolektif yang terakumulasi dalam praktik sosial-politik. Namun, ini tidak berarti kita harus sepenuhnya menolak inovasi - melainkan lebih berhati-hati dalam mengevaluasi perubahan radikal yang belum teruji.
"Suatu landasan parameter postulat, dalam filosofi politik, yang mengambarkan saat sekarang ini, dapat diandaikan, dengan mengadaikan, "Jalan Yang Licin Yang sering Dilalui Orang, lebih baik sebagai pilihan, ketimbang jalan tol yang indah dan bagus yang tidak pernah dilalui sesiapa-pun"Â
adalah melebihi common sense yang kita butuhkan dalam menilai prilaku dalam dimensi realitas politik di tanah air untuk saat ini.
Gibran : Dan Berita Kronologis.