Mohon tunggu...
Ahmad Wansa Al faiz
Ahmad Wansa Al faiz Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

Pengamat - Peneliti - Data Analis _ Sistem Data Management - Sistem Risk Management -The Goverment Interprestation Of Democrasy Publik Being.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Garudra (Gerindra) di Dalam Garuda: Miskonsepsi Prabowo tentang Ketahanan Pangan

20 Oktober 2024   17:26 Diperbarui: 20 Oktober 2024   17:29 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BBC News - Prabowo - Ketahanan Pangan.

Garudra (Gerindra) Di Dalam Garuda: Miskonsepsi Prabowo Tentang Ketahanan Pangan.

Kemenangan Gerindra dalam Pemilu 2024 membawa Prabowo Subianto ke kursi kepresidenan Indonesia. Slogan "Garudra Di Dalam Garuda" menjadi simbol ambisi besar untuk memajukan negara. Namun, di balik retorika yang meyakinkan, terdapat beberapa miskonsepsi mendasar tentang realitas pangan dan ketahanan pangan global yang perlu dikritisi.

Pertama, visi Prabowo tentang swasembada pangan total seringkali mengabaikan kompleksitas perdagangan pangan internasional. Dalam pidato-pidatonya, ia kerap menekankan pentingnya Indonesia mandiri dalam produksi semua jenis pangan. Padahal, dalam konteks global, tidak ada negara yang benar-benar mandiri pangan. Perdagangan internasional justru menjadi kunci dalam menjamin ketersediaan pangan yang beragam dan terjangkau.

Kedua, fokus berlebihan pada produksi beras sebagai tolok ukur ketahanan pangan menunjukkan pemahaman yang sempit. Prabowo sering menggunakan data produksi beras sebagai indikator utama keberhasilan kebijakan pangan. Padahal, ketahanan pangan modern mencakup aspek yang jauh lebih luas, termasuk akses, pemanfaatan, dan stabilitas pasokan berbagai jenis pangan.

Ketiga, gagasan pembukaan lahan pertanian baru secara masif tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan mencerminkan pendekatan yang kurang berkelanjutan. Prabowo kerap menyuarakan rencana pembukaan jutaan hektar lahan baru, namun jarang membahas strategi intensifikasi pertanian atau pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas lahan yang ada.

Keempat, pandangan yang terlalu optimistis tentang kemampuan Indonesia mengatasi tantangan perubahan iklim terhadap produksi pangan. Prabowo cenderung meremehkan dampak perubahan iklim, padahal ini merupakan ancaman serius bagi ketahanan pangan global, termasuk Indonesia.

Kelima, kurangnya penekanan pada aspek gizi dalam kebijakan pangan. Fokus Prabowo lebih banyak pada kuantitas produksi, sementara kualitas gizi dan keragaman pangan kurang mendapat perhatian. Padahal, malnutrisi masih menjadi masalah serius di berbagai daerah Indonesia.

Refleksi atas miskonsepsi-miskonsepsi ini penting untuk memahami tantangan yang akan dihadapi pemerintahan baru dalam mewujudkan ketahanan pangan yang sesungguhnya. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, berbasis sains, dan sejalan dengan tren global untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh, berkelanjutan, dan bernutrisi.

Kemenangan Gerindra memang membawa harapan baru, namun 'Garudra' yang ingin terbang tinggi ini perlu berpijak pada realitas dan pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas pangan global. Hanya dengan demikian, visi ketahanan pangan Indonesia dapat benar-benar terwujud, bukan sekadar jargon politik yang hampa.

Referensi Ketahanan Pangan dan Kebijakan Prabowo.

1. Azadi, H., et al. (2020). "Agricultural Land Conversion: Reviewing Drought Impacts and Coping Strategies." International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(18), 6342.
2. Bn, C., et al. (2019). "When food systems meet sustainability -- Current narratives and implications for actions." World Development, 113, 116-130.
3. Dawe, D., & Timmer, C. P. (2012). "Why stable food prices are a good thing: Lessons from stabilizing rice prices in Asia." Global Food Security, 1(2), 127-133.
4. FAO, IFAD, UNICEF, WFP and WHO. (2023). The State of Food Security and Nutrition in the World 2023. FAO.
5. Gibson, M. (2012). "Food Security---A Commentary: What Is It and Why Is It So Complicated?" Foods, 1(1), 18-27.
6. Hutabarat, B., et al. (2022). "Food Security Policy in Indonesia: A Critical Review." Journal of Asian Rural Studies, 6(1), 35-50.
7. IPCC. (2022). Climate Change 2022: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Cambridge University Press.
8. Neilson, J., & Wright, J. (2017). "The state and food security discourses of Indonesia: feeding the bangsa." Geographical Research, 55(2), 131-143.
9. Octania, G. (2021). "Reforming Trade Policy to Improve Food Security." Center for Indonesian Policy Studies.
10. Prabowo, S. (2023). "Visi Misi Prabowo-Gibran 2024-2029." Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran.
11. Timmer, C. P. (2014). "Food Security in Asia and the Pacific: The Rapidly Changing Role of Rice." Asia & the Pacific Policy Studies, 1(1), 73-90.
12. World Bank. (2023). "Food Security Update." World Bank Group.
13. Yusuf, A. A., et al. (2020). "Poverty and food security in a changing climate: The case of Indonesia." Low Carbon Economy, 11(3), 65-82.

Catatan: Beberapa sumber mungkin memerlukan verifikasi lebih lanjut karena keterbatasan akses saya ke informasi terkini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun