Jong Java dan Pergulatan Jiwa Muda 1928.
Indonesia. Di tengah berbagai pergolakan politik dan sosial, Jong Java, sebuah organisasi pemuda Jawa, memainkan peran penting dalam membentuk dan menyuarakan aspirasi kaum muda. Esai ini akan mengeksplorasi peran Jong Java dalam konteks pergulatan jiwa muda pada tahun 1928, serta dampaknya terhadap perkembangan nasionalisme Indonesia.
Tahun 1928 merupakan tahun yang penuh gejolak dan semangat dalam sejarah pergerakan nasionalLatar Belakang Jong Java.
Jong Java, yang berarti "Pemuda Jawa", didirikan pada 7 Maret 1915 di Jakarta (saat itu masih bernama Batavia). Organisasi ini awalnya bernama Tri Koro Dharmo dan didirikan oleh sekelompok pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau Sekolah Dokter Bumiputera. Pada tahun 1918, nama organisasi ini diubah menjadi Jong Java untuk mencerminkan cakupan yang lebih luas dari aspirasi pemuda Jawa.
Pergulatan Ideologi dan Identitas.
Menjelang tahun 1928, Jong Java mengalami pergulatan internal yang mencerminkan dilema yang dihadapi oleh banyak pemuda terdidik pribumi saat itu. Di satu sisi, ada keinginan untuk mempertahankan dan melestarikan budaya dan tradisi Jawa. Di sisi lain, tumbuh kesadaran akan pentingnya persatuan nasional yang melampaui batas-batas kesukuan.
Pergulatan ini tercermin dalam debat-debat internal Jong Java mengenai arah dan tujuan organisasi. Beberapa anggota menginginkan fokus pada pelestarian dan pengembangan budaya Jawa, sementara yang lain mendorong untuk orientasi yang lebih nasionalis dan pan-Indonesia.
Kongres Pemuda II dan Sumpah Pemuda
Puncak dari pergulatan jiwa muda ini terjadi pada Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia. Jong Java, bersama dengan organisasi pemuda lainnya seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, dan Jong Celebes, berpartisipasi aktif dalam kongres ini.
Hasil paling signifikan dari kongres ini adalah perumusan dan pengikraran Sumpah Pemuda, yang menyatakan:
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumpah ini menandai titik balik penting dalam pergerakan nasional Indonesia, menggeser fokus dari identitas regional atau etnis ke identitas nasional Indonesia.