Mohon tunggu...
Ahmad Wansa Al faiz
Ahmad Wansa Al faiz Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

Pengamat - Peneliti - Data Analis _ Sistem Data Management - Sistem Risk Management -The Goverment Interprestation Of Democrasy Publik Being.

Selanjutnya

Tutup

Diary

17:31 WIB 20 September 2023: Sebuah Catatan

20 September 2023   18:04 Diperbarui: 20 September 2023   18:13 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

17:31 Wib.  20 September 2023.

Warna-warna, dan layangan dan suara yang terputus-putus dari luar jendela, gemerincing kaca dari miniatur ala Jepang, yang entah apa namanya.     

Sebilah do'a dan harapan yang mangkrak.  Di negeri yang berdebu, pada perhelatan kemarau di bulan September. Bibirmu,  hitam legam bagai hamparan genangan air pahit di cangkir samudera.  Yang,  entah milik siapa yang telah tandas dalam lamunan,  yang membayangkan dan medambakannya sebagai malam yang purnama pada gugus bintang yang cerah.  Menjadi orbit,  bagi pualam lelaki dalam bisu yang membatu. "aku harap! Ini adalah tembakau yang terakhir bagimu,  bagi seorang gadis, yang bak mawar pinangan kumbang lelaki yang kupu,  dalam maghligai mahkota dan deru arca serigala serta, generang bertabuh saat rindu berperang di atas angkasa raya galaksi hikayat cinta manusia dan lerang dalam gimik perang Batarayuda. 

"Yang semoga,  bukanlah,  kisah ranjang semata! "  memberi panorama bagi panggung kecil yang menatap hatimu."

Suatu hari,  progresifitas,  bibirmu maju mengecup,  nyeri luka masih terbaring di ingatan yang melolong panjang bertaring mencabik,  cabik pongah tanpa suara.  Dadamu maju,  akalmu maju,   "dan sebenarnya aku telah jauh tertinggal,  dalam sisi ruang gelap yang berpendar remang cahaya menguning,  lampu-lampu,  trafick-light,  rambu-rambu dan jeruji kebebasan bagi seorang pengelana yang lelana dalam kembara panjang. 

"Singgahlah,  singkep,  ini kedai kopi,  yang membuatmu,  nyaman dalam keputus-asaan,  hidup. " untuk sebuah inisiatif kebijaksanaan diri sendiri." untuk bercerita tentang manfaat,  sesuatu yang hidup, dan lahir dan besar dari belahan rahimmu, setelah sasar gelap gulita malam, kandil kemerlip,  mengantarkan pelita bagi jalan yang seharusnya engkau tempuh,  dan lewati menuju kepada-Nya. Kepada rahim-Nya. "

Setelah,  azan,  rukuk dan sujud sembahyang,  menundukkan akal yang jumawa. 

Ahmad We. 

Bandar Lampung, 20 September 2023. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun