Oleh karena itu, Muaz sangat bersungguh-sungguh untuk menambah hafalan. Hingga dalam jangka waktu satu bulan, Muaz berhasil menamatkan hafalannya hingga 30 juz.Alhamdulillah, kali ini ana ingin mengisahkan kehidupan seseorang, yang insyaallah kita bisa mengambil banyak pelajaran dari kisahnya. Kisah singkat ini adalah kisah nyata tentang seorang sahabat ana, sahabat qarib, ana juga sering bertukar pikiran dengannya. Darinya ana mendapat banyak motivasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari, kehidupannya, dia telah membuktikan bahwa kunci tercapainya sebuah tujuan, adalah tekad yang kuat, qowiyyul 'azm. Selanjutnya diserahkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Namanya Muaz Abdul Hafizh (nama samaran). Ia terlahir dari sebuah keluarga tarbiyah, dari kecil ia selalu ditanamkan nilai-nilai aqidah, dan semuanya sangat berpengaruh terhadap pemahamannya tentang islam sejak kecil. Ia pernah menurunkan sebuah foto dari dinding rumahnya, bibinya lah yang selalu mengaitkannya lagi kedinding. Namun karena terlalu sering, bibinya sudah lewat jenuh sehingga tidak mau lagi mengaitkan foto itu, Muaz berkata "Selama masih ada tangan berarti bisa, Kenapa tidak? Untuk apa Allah menciptakan tangan?" Pertanyaan itu ia lontarkan saat berumur 3 tahun yang membuat bibinya menangis terharu. Adiknya juga pernah berkelahi dengan temannya, temannya bilang "Saya akan panggil abang saya!", adiknya tidak mengatakan bahwa ia akan memanggil abangnya Muaz, melainkan "Saya akan minta tolong sama Allah!".
Muaz adalah anak yang cerdas sejak kecil, karena kecerdasannya ia dibenci banyak teman-temannya, ditambah lagi ia tidak mau memberi contekan dalam ulangan maupun PRnya. Ini membuat dirinya setiap pulang sekolah, sering dikeroyok oleh teman-temannya. Kondisi seperti itu membuatnya ingin mencari perlindungan atau bodyguard. Sebelumnya, Muaz juga menderita penyakit Kleptomania, yaitu kecenderungan untuk mengambil barang orang lain atau mencuri. Disamping itu, dakwah abinya yang tidak disukai oleh sebagian orang di komplek perumahannya, membuat dia sering diolok-olok oleh masyarakat. Lagi-lagi faktor lingkungan membuatnya kembali berfikir untuk mencari proteksi atau bodyguard. Tak lama kemudian ia mendapatkan partner sebagai perlindungan, seorang preman, sehingga dari lingkungan barunya ia mendapatkan kebiasaan baru pula, yaitu merokok. Kebiasaannya merokok ditambah lagi dengan penyakit kleptomania yang dideritanya, ia tidak hanya sering mencuri uang abinya, bahkan tetangganya. Itupun tidak hanya ribuan, puluh ribuan, bahkan ratusan ribu banyaknya. Hubunganya dengan masyarakat dan interaksinya dengan teman-temannya yang nakal sangat mempengaruhi kepribadiannya.
Abi dan Ummi Muaz sudah bosan menasehatinya dengan beragam cara, dari yang paling lembut hingga yang paling kasar karena Muaz merokok. Puncaknya saat SD menjelang UN, Abinya membakar kaki Muaz dengan alasan agar tahu bagaimana panasnya api neraka yang jauh lebih panas dari api dunia. Luka bakarnya sangat menyakitkan. Tapi Muaz pernah bilang "Prosesnya yang paling
menyakitkan". Tidak ada temannya yang tau kalau kakinya dibakar, Muaz mengaku menginjak bara saat ditanya temannya, karena dia ke sekolah mengenakan sandal. Muaz justru semakin down, UNnya pun menjadi berantakan. Setelah UN, ia memiliki banyak waktu kosong. Saat itulah teman-temannya mencoba menjerumuskannya. Muaz diajak menonton film porno oleh preman-preman, itupun tidak hanya sekali, bahkan berulang kali!
Kecenderungannya dalam mencuri semakin menjadi-jadi, Muaz pernah mencuri uang penjual es, jumlahnya sampai ratusan ribu. Muaz melakukannya bersama teman-temannya dan dirinya sebagai eksekutor. Mereka ketahuan karena salah seorang teman membocorkannya lantaran sakit hati padanya. Betapa kaget Abi dan Ummi  Muaz ketika mendengar kasus ini. Abinya kehilangan cara untuk merubahnya. Akhirnya, dibuatlah skenario dengan polisi yang datang dan memanggil Muaz. Saat itu Muaz sangat ketakutan dan berhenti merokok maupun mencuri, tapi hanya untuk beberapa waktu. Tak lama kemudian, lanjut lagi. Lebih parah lagi, ia pernah membobol sebuah rumah dan mencuri uangnya. Yang satu ini tidak ketahuan, namun uang yang dicurinya itu sudah digantinya beberapa waktu setelah itu. Hingga datanglah hidayah itu melalui sampainya informasi tentang Perguruan Islam Ar-Risalah, Muaz tertarik karena ia melihat ada ekstrakurikuler Beladiri. Lagi-lagi dengan alasan sebagai sarana proteksi diri. Tapi pikirannya berubah tidak mau bersekolah di Ar-Risalah, sampai Abinya memaksa hingga dia mau.
Jadilah dia bersekolah di Ar-Risalah, generasi pertama, meskipun begitu Muaz masih melanjutkan kebiasaan merokoknya. Tapi ia tidak melakukannya di sekolah, melainkan di rumah saat libur. Sejak Muaz bersekolah di Ar-Risalah, dia sudah mulai menemukan jati dirinya, sudah mulai menyadari bahwa dia benar-benar sedang hidup di dunia, dan memahami hakikat perjuangan dalam kehidupan. Apalagi saat pertama kalinya belajar tentang tauhid, tafsir, dan hadits bersama ustadz-ustadz yang subhanallah, rasa takut yang amat sangat menampar hatinya ketika bercerita tentang neraka dan siksaan di dalamnya. Akhirnya ia termotivasi untuk mulai menghafal al-Quran sejak ia mengetahui bahwa orang yang hafal Quran diberi karunia untuk dapat memberi syafa'at dan pasti masuk surga. Muaz lebih termotivasi lagi ketika dirinya sudah bisa menghafal surat an-Naba. Semua itu terjadi secara bertahap. Karena hidup yang ia jalani di saat SD, membuat Muaz menjadi orang yang bertemperamen keras, menjadi anak yang nakal, suka membantah dan sangat kritis. Sampai-sampai ada guru yang membencinya.
Muaz terus menambah hafalannya karena iri kepada teman-temannya di kelompok tahsin yang levelnya lebih tinggi, padahal hafalan mereka lebih rendah darinya. Hingga di tahun itu juga dia sudah menamatkan juz 30 dan awal surat al-Baqarah. Hingga sampai kelas 2 SMP, murabbi tahsinnya beralih ke ustadz Irsyad Safar, Muaz makin termotivasi karenanya. Sehingga hafalannya meningkat sampai 2,5 juz, hafalan sebanyak itu merupakan hafalan tertinggi diantara semua teman-temannya yang membuatnya malas menambah hafalan sebab tak lagi ada saingan. Disamping hafalan Muaz yang banyak, ia juga nakal, sangat nakal. Bahkan ada temannya yang menyatakan "Percuma saja hafalannya banyak, tapi akhlaqnya seperti itu". Perkataan itu membuat Muaz makin malas dan sifat berontaknya mulai muncul. Klimaksnya saat ia mengajak teman-temannya untuk berdemo dengan mengajukan, ustadz yang ia benci dan dibenci sebagian besar siswa dikeluarkan. Dan benar, di kelas 3 SMP, ustadz tersebut keluar. Hingga Ar-Risalah sudah cukup terkenal di kalangan masyarakat, dan Muaz ditawarkan untuk mengikuti MTQ yang membuatnya kembali termotivasi.
Seiring waktu berlalu, Ar-Risalah sudah memasuki tahun ke 4, dan telah dibuka MA Ar-Risalah. Disini ana pertama kalinya masuk Ar-Risalah dan untuk yang pertama sekali bertemu dengan Muaz. Ana pernah bertanya kepada teman-teman, siapa hafalannya yang paling banyak, semua mengatakan Muaz. Ana ingin bertanya langsung kepadanya, saat ana tanya. Ia mengaku hafalannya 5 juz, padahal saat itu hafalannya sudah 10 juz lebih. Murabbi tahsinnya bertukar lagi ke ustadz April Hidayat, seorang hafizh Quran 30 juz. Awalnya Muaz merasa bangga saat mengatakan ke Murabbi tahsinnya, bahwa ia muraja'ah hafalan satu juz per hari. Ternyata murabbinya bilang "1 juz itu bukan muraja'ah namanya, kalau hafalan sudah 10, muraja'ahnya 5 juz sehari..". Muaz makin termotivasi, ia bisa memuraja'ah hafalan hingga 5 juz per hari. Dan hafalannya meningkat dari 10 juz menjadi 20 juz. Ia bertekad agar saat berumur 17, harus sudah hafizh. Ketika dirinya kurang bermuraja'ah, Muaz merasa ada yang menjanggal di hatinya, merasa ada yang tidak enak, sehingga perasaan itu diobatinya dengan bermuraja'ah. Akhirnya ia sangat jarang merasa malas dalam memuraja'ah hafalannya.
Ada peristiwa menarik yang dialaminya, peristiwa menjelang ia hafal Quran 30 juz. Saat itu hari senin, semua siswa Ar-Risalah berpuasa, shoum senin-kamis. Sebelum shalat zhuhur setelah shalat sunnah, ustadz Irsyad bertanya kepada Muaz "Ila ayyi juz'in antal aan?" (sudah sampai juz berapa antum sekarang?), karena siang hari Muaz merasa lapar dan tidak konsentrasi, Muaz menjawab "Tis'ah wa 'isyriin" (29). Wajah ustadz berubah kaget dan bertanya lagi "Tis'ah wa i'syriin? Hafizhta kullah?" (sudah 29? Berarti antum sudah hafal semuanya?). Muaz hanya mengangguk dan tidak banyak respon, karena yang ia maksud adalah 19, bukan 29. Ketika shalat, ia terpikir kenapa sampai ustadz begitu terkejut, baru ia sadar, ternyata yang diucapkannya tadi "'Isyriin", bukan "'Asyar". Sepanjang shalat Muaz berdo'a agar ustadz lupa dengan jawabannya tadi, ternyata tidak, malah sebaliknya. Berita itu langsung hangat dikalangan para ustadz. Ia malu dan ia merasa harus mempertanggungjawabkan jawabannya itu. Oleh karena itu, Muaz sangat bersungguh-sungguh untuk menambah hafalan. Hingga dalam jangka waktu satu bulan, Muaz berhasil menamatkan hafalannya hingga 30 juz, saat kelas 1 MA.
Caranya, ia membedakan jadwal antara menambah hafalan dengan muraja'ah keseluruhan hafalannya. Ia sengaja bangun jam 3 setiap pagi untuk menambah hafalan, dan dilanjutkan ba'da subuh. Sepulang sekolah Muaz melanjutkan menambah hafalan ba'da ashar. Sedangkan waktu muraja'ahnya ialah hari jum'at, sabtu, dan minggu. Ia berkomitmen melaksanakannya hingga Allah memudahkan setiap langkahnya. Dan sesuai janji Allah, bila ada seorang yang hafal Quran, orangtuanya akan dipasangkan mahkota kehormatan di surga. Jangan bayangkan mahkota yang biasa tergambar di dunia. Kotak penyimpan cambuk hewan tunggangan milik penduduk surga saja, lebih mahal dan lebih berharga daripada dunia dan isinya, apalagi mahkota kehormatan yang ada di surga.