Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pendidikan Karakter dari "Ilir-Ilir ", Sebuah Apresiasi untuk Sunan Kalijogo

21 Maret 2021   09:04 Diperbarui: 21 Maret 2021   09:16 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lir ilir, lir ilir

Tandure wis sumilir

Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar

Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi

Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir

Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore

Mumpung padhang rembulane

Mumpung jembar kalangane

Yo surako Surak iyo

Hari ini 21 Maret adalah Hari Puisi Sedunia, jauh sebelum itu lirik di atas sudah mendunia.

Pesan moral teramat kental untuk mereka yang mengaku berketuhanan  Yang  Maha Esa.

Saat kita dikarunia harta ,tahta dan kedudukan yang begitu tercurah dariNya.

Kita menyangka dan terpesona seperti  pemandangan "  Temanten anyar ", indah dan membius.

Membuat kita kadang lupa diri dan tak ingat untuk apa kita diciptakan.

Bangunlah, sadarlah...

Inilah saatnya mempersiapkan untuk masa depan,bukan sekedar di dunia.

" Belimbing" sebuah analog kewajiban sembahyang lima waktu yang harus ditegakkan apapun kondisi kita.

Kala sehat, sakit, sedang berkecukupan ataupun sengsara karena kekurangan, sedang berada atau dalam kesempitan.

"Penekno blimbing kuwi", naiklah menuju ridhoNya, naik terus sampai ke titik hakikat dalam ibadah.

Laku kau sucikan dirimu, pakaianmu , jiwamu dari semua kesalahan.

Hingga ihlas atas segala takdir baik dan buruk, menuju pengampunan atas khilaf dan dosa.

" Dodotiro", hanya diucap sekedar pakaian, "kumitir bedah ing pinggir", pakaian yang  telah sobek disana sini.

Sobek oleh kesahalah, kemaksiatan, ketidakpedulan pada masa depan, kekhilafan dan  target duniawi yang terus mengejar.

Sobek oleh kesombongan bahwa tak akan sakit atau mati, tak akan lemah atau sengsara.

Dia masih menunggumu, memperbaiki pakaianu, pakaian yang akan engkau mengadapNya.

" Mumpung jembar kalangane lan padhang rembulane", semampang engkau masih punya kesempatan.

Masih ada tersisa waktu sebelum ajal menjemputmu.

Bangkitlah dan sambutlah dengan ringan dan gembira.

Gembirakanlah hatimu saat bertemu denganNya di lima waktumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun