Saat tuba dan duri ku balas dengan madu dan secangkir kopi, kamu mau apa ? Tidakkah kau bisa mengubah pola pikirmu tentang manusia ? Mereka tak selalu sejahat yang kau kira. Ada saatnya kejahatan tak selalu berbalas tetapi cukup mendiamkan, memaafkan, mendoakan selanjutnya melupakan. Bila dia lebih berbesar hati maka dia akan sanggup menuntunmu dalam lurusnya kebenaran dan melafalkan kalimat suci Nya dengan lantang di telingamu bahkan juga di hatimu.
Saat torehan luka dan nyerinya sakit kubalas dengan segala maaf dan doa untukmu agar berubah , kamu mau apa ? Tidakkah kau bisa mengubah mind setmu yang terlanjur menfosil oleh prasangka ? Tidak cukupkah balas dendammu pada mereka yang tak jelas memusuhimu. Mereka hanya orang kebanyakan yang belum tahu untuk apa mereka berkomentar. Jadi biarkan saja kau dengar, lalu kau lupakan. Sakit ? Memang. Â Tapi itulah tahap wajar awalan sadar.
Saat kau tak lagi bisa bersembunyi dari rangkaian sumpah serapah yang tak berujung waktu  untuk mereka dan kubalas dengan permintaan sabar, kau mau apa? Tidakkah kau cukup bersyukur atas semua anugerahNya dan memiliki cinta untuk semua manusia. Tak perlu kau pilih cintamu untuk siapa karena semua manusia butuh dicinta. Cinta itu wujud keimananmu saat Nabimu pun menjamin kesempurnaan keimananan seseorang dengan cara mencintai saudaranya.
Saat kau gelisah karena ditinggalkanya dan kau mencari damai dengan semua pesona dan kubalas dengan sebuah permintaan untuk berhenti saja, kau mau apa ? Tidakkah anugerah yang selalu tercurah untukmu setiap detik dan saat cukup membuatmu bangga dengan profesimu ? Berapa banyak kenikmatan yang kau terima. Kamu dulu pernah bilang ingin bersyukur. Inilah awal dari pengakuan kebesaran yang harus kau pelihara.
Maka ambillah kesimpulan dialog kita dalam sesendok anggur dan madu yang kau tuang di secawan putih lalu lafadzkan kesucian namaNya perlahan saja, di hatimu, di otakmu , di fikirmu dan juga di langkahmu.
Ambillah apa yang bisa kamu bingkai dalam perjalananmu hari ini untuk hidupmu nanti.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H