Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Ini Satu, Kenapa Berseteru?

13 April 2018   19:55 Diperbarui: 13 April 2018   20:44 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia dikarunia akal untuk berpikir,menganalisa, berpendapat, memilih diksi untuk diucapkan secara lesan dan tulis. Manusia juga diberi perasaan yang bisa dia optimalkan dan gunakan sesuai konteks yang tepat. namun perasaan itu bisa tidak terekspresikan dengan benar bila tidak dibiasakan dilakaukan dengan cara yang " bener lan pener" ( Kata orang  Jawa ) yang berarti dengan cara yang benar dan konten yang benar pula. 

Etika tidak cuma dimiliki oleh mereka yang "literated" dan " educated" , tetapi juga oleh mereka yang  dengan ihlas mau berperilaku terpuji dan juga menjaga " attitude" nya sehari- hari.

Semakin maraknya ragam acara TV yang memperlihatkan cara berdebat,cara berpendapat dan cara menyampaikan opini yang tidak mempedulikan etika kita sebagai orang Timur , khususnya Indonesia menjadikan imbas pula di kalangan kebanyakan pada saat mereka menyampaikan hal yang sama di media sosial. " Kelumrahan" itu menjadi seperti hal yang tak terbantahkan. 

Di sisi lain para guru yang berada di sekolah dan ustadz serta ustadzah yang berada di Pesantren dengan susah payah mendidik para siswa dan para santri untuk bisa berbudi pekerti tetapi tontonan di berbagai acara TV tak menyajikan hal yang kondusif untuk edukasi bagi kami semua anak bangsa. Inilah tantangan terberat bagi dunia pendidikan. 

Bisakah mereka yang para politisi, para pengamat politik, para publik figur , para pemberi opini di media massa, dan semua yang mempunyai power untuk berpendapat dengan sehat, santun dan peduli perkembangan pendidikan anak- anak, remaja, maupun orang dewasa yang masih tetap butuh wacana dan performa yang edukatif? 

Adakah para pendekar pendidikan juga memperhatikan ini dan mengambil langkah preventif untuk menjaga kebinekaan, menjaga keharmonisan bangsa dan menjaga akhlak anak muda ? Adakah para pengambil keputusan mampu mempengaruhi bangsa ini supaya tidak terlanjur berlarut- larut dalam perseteruan panjang?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun