Mohon tunggu...
Firman Pratama
Firman Pratama Mohon Tunggu... Dosen - pebisnis muda

Seorang pakar pikiran dan praktisi pendidikan yang membuat dua buah metode dahsyat yaitu Alpha Telepati dan Alpha Mind Control, seorang pebisnis yang sudah memulai bisnis sejak masa kuliah Blog pribadi di www.firmanpratama.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hindari Melihat dengan "Satu Mata", tapi LIHATLAH dengan "Dua Matamu"

11 Februari 2015   18:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:26 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Melihat sesuatu peristiwa, menilai seseorang, menilai kejadian haruslah melihat secara utuh dan detil. Tetapi kebanyakan orang hanya melihatnya dari “sebelah mata” atau istilah kerennya melihat hanya dengan “satu mata”.

Banyak orang hanya melihat dan langsung mengartikan sesuai dengan apa yang mereka lihat, padahal apa yang kita lihat itu hanyalah “tampilan” saja, hanyalah sebuah “polesan” atau hanyalah sebuah “busana” saja. Yang namanya tampilan, polesan dan busana memang sengaja dibuat disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatnya.

Kalau tujuannya untuk membuat “pemirsa” nya kagum maka didesainlah dengan kecantikan dan kerapian, tapi kalau tujuannya untuk membuat “pemirsa” sedih dan kasihan maka didesainlah dengan kelusuhan, kesedihan dan keibaan. Benar kan?

Melihat dengan satu mata, membuat orang mudah menilai hanya dari permukaan saja,(kalau bahasa saya sebagai dosen dan praktisi telekomunikasi), hanya melihat dari layer pertama saja, sementara ada banyak lapis layer lagi dibawahnya yang ditutupi untuk menampilkan sebuah “figur” sebuah “kejadian” yang bisa menipu mata kita sebagai pemirsa.

Saya ambil contoh, ketika ada seorang pengemis dipinggir jalan dengan pakaian yang lusuh, compang-camping, berjalan susah sambil berkata kekita “nak, saya belum makan, minta uang” dengan nada yang memelas. Lalu anda mengambil uang dua ribuan atau bahkan lima ribuan, kemudian memberikan kepada pengemis itu.

Anda benar, sikap anda sudah benar karena niatnya ingin membantu orang yang kesusahan, persepsi ini kan yang ada di benak anda? Dan persepsi ini juga yang ada di banyak orang, dan “cerdas”nya persepsi ini yang digunakan oleh mereka-mereka yang mengubah penampilan dirinya dengan compang-camping, lusuh sambil memainkan nada memelas untuk memunculkan persepsi disetiap orang yang melihatnya, bahwa dirinya sedang kesusahan dan pantas dibantu. Hebat kan?

Saya sering mendengar, teman-teman saya “ngerumpi” membahas pengemis dijalanan yang sesungguhnya mereka dikampunya punya rumah, bahkan ada beberapa bulan lalu seorang keluarga pengemis di jalanan yang kedapatan membawa uang 30juta, keren kan?

Teman-teman saya ini seolah marah dan merasa dibohongi ketika membantu pengemis dijalanan yang seperti itu. Lalu saya sampaikan pendapat saya, salah kalau kita marah, harusnya kita hargai mereka bahwa mereka itu cerdas, bisa melihat peluang dengan jeli, kalau kalian mau yang ditiru saja, beres kan hehe.

Karena banyak orang, hanya melihat sesuatu dengan satu mata saja, hanya melihat dari layer permukaan saja, jarang yang melihat sampai menembus layer yang lebih dalam. Contoh pengemis adalah kondisi yang terjadi untuk memunculkan persepsi yang sedih dan kasihan, lalu bagaimana dengan persepsi yang baik, merakyat dan sederhana hehe, ya itu pun juga dibangun dan “didesain” untuk mempengaruhi persepsi masyarakat.

Hmm, kalau anda bertemu dua orang dokter, yang satu menggunakan jas putih dokter dengan stetoskop dilehernya, sedangkan yang satunya hanya menggunakan T-Shirt dan celana jeans, kira-kira mana yang membuat anda lebih percaya? yang jas putih kan?

Lalu bagaimana ketika ada sebagian orang yang memanfaatkan persepsi umum ini, berpura-pura menjadi dokter dengan menggunakan jas putih, membawa stetoskop, tentu orang percaya kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun