Hari ini adalah hari ke lima menjalankan puasa di Bulan Ramadhan. Saya menulis ini di tengah malam dalam suasana teras rumah yang penuh keheningan. Sesekali suara jangkrik dan katak yang terdengar bersahutan. Malam memasuki fasa keheningan membuat saya merenung sambil "masuk" ke dalam diri untuk ngobrol dengan para "prewangan" atau "virtual-virtual".
Bagi sebagian besar umat Islam di dunia menganggap puasa tahun ini sangat berbeda. Suasana keheningan dimana-mana. Masjid di kota besar menjadi penuh keheningan tanpa penuh sesak jamaah yang melakukan ibadah tarawih. Padahal tujuan Puasa adalah memang untuk Menciptakan "Keheningan" dalam diri. Jangan-jangan selama ini kita keliru menjalankan puasa Ramadhan dengan ramai dan berbondong-bondong.
Ramadan dalam Keheningan
Dalam hidup memang baru kali ini saya menyaksikan keheningan dunia dalam memasuki bulan Ramadhan. Tanah Suci Mekkah dan Madinah yang sebelumnya tak pernah sepi dari derap kaki jamaah dan kumandang doa, shalawat, zikir, dan tahmid, kini menjadi sepi. Arab Saudi pun menutup dua kota itu bagi kedatangan jamaah dari seluruh penjuru dunia.Â
Apa petunjuk ALLAH dari situasi saat ini? Sebagai orang yang beriman atas kebaikan ALLAH maka kita harus berprasangka penuh kebaikan atas situasi Ramadhan kali ini. Artinya menerima situasi keheningan ini sebagai petunjuk dan ilmu dari ALLAH.
Sepertinya banyak di antara kita yang melupakan ayat ini. Lalu menganggap seolah-olah ALLAH hanya ada di masjid, hanya ada di mushalla, hanya ada di Masjidil haram. Sehingga ketika keluar dari masjid lantas lupa dengan ALLAH nya. Padahal seharusnya kita harus berpikir bahwa ALLAH senantiasa DEKAT. "....Dan apabila mereka bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat." QS Al-Baqarah 186.
Mengingat ALLAH maka Pikiran Tenang
Kalau kita mau berpikir bahwa ALLAH itu senantiasa dekat maka pasti tidak ada keriuhan dalam pikiran, tidak akan ada kegalauan dalam diri. Yang ada hanyalah keheningan. Pikiran tenang, nyaman dan damai tercipta saat kita selalu mengingat ALLAH dengan baik. Karena sesungguhnya Segala keriuhan pikiran, kekacauan dalam diri, atau istilah banyak orang disebut sebagai konflik batin adalah akibat pikiran yang tidak terkendali. Sama seperti seekor kuda yang masih liar tanpa kendali  pasti menimbulkan keriuhan.
Puasa adalah sarana untuk menciptakan keheningan dalam diri. Ibnu Arabi mendefinisikan hakikat puasa adalah "meninggalkan" atau "tidak melakukan". Tidak melakukan makan, tidak melakukan minum, tidak melakukan hubungan suami istri disiang hari. Â
Semua kegiatan itu adalah kegiatan yang tidak dilarang agama tetapi dalam puasa harus ditinggalkan. Di sini jelas bahwa puasa itu memiliki hakikat untuk mengendalikan diri. Siapakah yang bisa mengendalikan diri kita? ya kita sendiri, Kitalah yang seharusnya mengendalikan diri. Kita yang seharusnya bangun untuk menenangkan diri, mengendalikan pikiran supaya tidak ada keriuhan, tidak ada konflik batin.
Kitalah yang seharusnya menciptakan keheningan didalam diri ini. Keheningan yang tidak tergantung tempat, tidak harus keheningan itu terjadi dimasjid atau ditempat sepi. Keheningan bisa dimana-mana dan kapan saja.
Mendengar Suara Ilahi
Dan dalam keheningan diri itulah kita bisa mendengarkan "suara Ilahi". Maulana Rumi menuliskan di kitabnya bahwa sesungguhnya ALLAH itu senantiasa dan terus menerus memberikan petunjuk kepada manusia. Meski demikian namun betapa sedikit manusia yang mampu mendengarkannya.
Saatnya kita jadikan momen puasa dalam situasi yang berbeda ini sebagai sarana untuk menciptakan keheningan dalam diri. Suasana di luar yang lebih sepi tentu mendukung terjadinya keheningan dalam diri. Percayalah tidak ada yang sia-sia dalam setiap kejadian yang kita alami, karena ALLAH itu Maha BAIK, Maha Pengasih dan Penyayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H