Mohon tunggu...
Firman Pratama
Firman Pratama Mohon Tunggu... Dosen - pebisnis muda

Seorang pakar pikiran dan praktisi pendidikan yang membuat dua buah metode dahsyat yaitu Alpha Telepati dan Alpha Mind Control, seorang pebisnis yang sudah memulai bisnis sejak masa kuliah Blog pribadi di www.firmanpratama.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekayaan dan Keberlimpahan dalam Selimut Kesederhanaan

27 Januari 2016   13:05 Diperbarui: 27 Januari 2016   13:09 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata “sederhana” banyak orang yang salah mengartikan kata yang satu ini, kenapa saya bilang banyak orang yang salah mengartikan, coba deh kalau menurut anda apa sih hidup sederhana itu? ayo apa? pasti anda memikirkan kehidupan yang biasa, tidak berusaha memiliki uang, hidup dengan biasa saja, naik sepeda butut kemana saja, pake sepatu yang sudah lama tidak ganti, pake baju yang sudah hilang warnanya. Kehidupan sederhana sering disamakan dengan kehidupan yang tidak memiliki harta, kehidupan yang tidak memiliki dunia tapi memiliki bahagia. Kesederhanaan sering kali diidentikkan dengan kehidupan yang seadanya saja, kehidupan yang tidak perlu melihat keatas, tidak perlu melirik kehidupan yang kaya dan berlimpah? anda berpikir seperti itu? maka anda sudah salah mengartikan kata sederhana.

Sederhana, seperti ungkapan seorang peserta AMC (Alpha Mind Control) kelas reguler hari sabtu kemarin di hotel bisanta bidakara Surabaya, “mas firman, kita kan dididik untuk hidup sederhana sejak kecil, bahkan dalam agama pun juga harus sederhana, katanya juga orang yang miskin itu nanti dihisabnya lebih cepat daripada orang yang kaya”. Tuh kan, sebuah persepsi, sebuah pemahaman yang banyak tersimpan di masyarakat kita adalah sederhana itu disamakan dengan kondisi yang kekurangan, kondisi yang tidak memiliki apa-apa. Sambil menulis artikel ini, saya mengajak seorang teman kantor dari Telkomsel Jakarta untuk makan di rumah makan padang “sederhana”. Mumpung teman saya itu sedang sibuk dengan IP transitnya maka saya juga sibuk dengan blog ini. Anda pernah ke rumah makan sederhana itu? apakah tampilannya kumuh? apakah kursinya jelek semua? apakah makanannya harganya murah? Tentu tidak kan. Harga makanannya cukup jauh dengan rumah makan padang yang lainnya, tapi lebih enak. Lalu tempatnya juga ber-ac, catnya bagus. Lantas apa makna “sederhana”?

Salah memaknai kata sederhana membuat hidup jadi kekurangan, membuat hidup jadi susah lho. Ketika salah memaknai kata sederhana ini terus ada di pikiran kita maka sampai kapanpun hidup kita tetap sederhana seperti itu. Makna kata Sederhana itu sebenarnya adalah kesederhanaan dalam “berpikir”, berpikir yang simpel, berpikir yang mudah saja. Coba lihat anak kecil, dia berpikir sangat sederhana, kalau mau minta ya minta aja ke orang tuanya, kalau tidak ada ya menangis. Bahkan seperti anak saya,putri cantik, pintar dan kaya, dia sangat sederhana aktivitasnya, menyusu, nangis, main dan tidur. Enak kan? Tapi meskipun hanya seperti itu, putri saya itu bisa memenuhi semua kebutuhannya hehe. Kok bisa, buktinya ketika tadi malam waktunya imunisasi dengan biaya 1juta, eh saya dapat transferan 10juta siangnya, hehe.

Berpikir sederhana, berpikir mudah, membuat hidup menjadi simpel dan sederhana tetapi penuh kekayaan dan keberlimpahan. Menurut saya sih, sederhana itu bukan berarti tidak memiliki uang, tidak memiliki mobil. Hidup sederhana itu, hidup yang penuh kekayaan, penuh keberlimpahan tetapi masih mau untuk jalan kaki, masih mau untuk naik becak, masih mau untuk makan di warung pinggir jalan, masih mau untuk bergaul dengan orang-orang umum, bahkan masih mau untuk tidur hanya beralaskan koran. Sebagai muslim, maka saya mencontoh bagaimana Muhammad, Rasulullah menerapkan hidup sederhana yang penuh kekayaan dan keberlimpahan. Orang lain menilai beliau hidup dengan ramah, mau makan hanya dengan kurma, mau tidur hanya beralaskan daun pohon kurma, tetapi beliau sangat kaya dan berlimpah.

Cobalah melihat kata “sederhana” dengan lebih luas dan lebih dalam lagi. Kekayaan dan keberlimpahan yang diselimuti kesederhanaan membuat kita menjadi bahagia, membuat kita menghormati orang lain, membuat kita menjadi pribadi yang bahagia di dunia dan akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun