Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga, sepasang putra terbaik negeri ini berhasil memimpin Ibukota. Masih belum final memang, karena hasil diatas hanya sebatas hasil quick count dari berbagai lembaga.
Selamat saya ucapkan kepada Jokowi & Ahok!!!
Bagi kebanyakan orang Pak Ahok layaknya hanya merupakan “bayangan” bagi Pak Jokowi. Tak masalah bagi saya, tetapi dimata saya Pak Ahok bak seorang pahlawan yang sudah memenangkan "perang". Iyah, perang memerangi stigma dan dogma.
Di Indonesia yang katanya demokrasi ini, kami sering kali mendapat perlakuan berbeda hanya karena warna kulit kami dan keyakinan kami berbeda. Hal ini terbukti dengan maraknya isu SARA pada kampanye Cagub DKI edisi 2012 ini. Mungkin kalau Pak Jokowi perlu siap mental 100%, Pak Ahok perlu siap mental 120%. Pak Ahok yang terkenal ceplas-ceplos ini sering dipelintirkan kata-katanya diberbagai media. Tetapi berkat keuletan, kerja keras dan mental baja akhirnya Pak Ahok berhasil memikat hati masyarakat ibukota.
Demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh ada kelompok masyarakat yang dikucilkan ataupun dimarjinalkan. Masyarakat Tionghoa merupakan bagian dari kebhinnekaan Indonesia. Pak Ahok telah menyuntikkan "warna" kedalam keaneka ragaman pepolitikan Indonesia. Belajar dari sejarah masa lalu, praktik dukung-mendukung suatu kekuasaan dengan mengatasnamakan suku, etnis atau agama adalah suatu hal yang kontraproduktif. Cara semacam itu adalah ekspresi Inferiority Complex warisan zaman penjajahan dan rezim sebelumnya
Mobilisasi massa berdasarkan kelompok tertentu secara psikologis dalam hubungan patronase dengan kekuasaan dan penguasa, selain berpeluang bagi kembali terulangnya dominasi, juga sangat tidak sesuai dengan cara-cara berpolitik pada era reformasi ini. Sesungguhnya mengedepankan program nyata untuk kepentingan bersama daripada mempromosikan diri hanya berdasarkan hubungan ras dan etnis semata jauh bermanfaat bagi kita semua.
Pasalnya, di era demokratisasi seperti sekarang ini, upaya politisasi dengan maksud menyamakan persepsi anggota/perkumpulan etnis tertentu dengan memakai baju etnisitas dan adat istiadat bisa menjadi sumber masalah ketimbang solusi. Alih-alih bermaksud ingin memberi dukungan, bisa jadi malah mendapat masalah dan konflik.
Marilah menilai WNI keturunan Tionghoa secara objektif dan berilah kesempatan untuk merasakan peranan kami dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga bermanfaat bagi proses persatuan dan kesatuan yang lebih kokoh bagi Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme, asas Bhinneka Tunggal Ika, dan falsafah negara kita yang berdasarkan Pancasila.
Salam,
William Kiong
Jika Manusia Tidak Memiliki Cita-Cita Apa Bedanya Dengan Ternak Yang Siap Diperas Dan Disembelih