Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*
   Beberapa waktu lalu hujan lebat berturut-turut hingga menyebabkan banjir, hampir menenggelamkan separuh desa Dokulamo Lelilef Halmahera Tengah. Alih-alih akibat dari air limpasan dari gunung-gunung telah tertambang oleh berbagai kontraktor maupun industri, salah satu perusahaan terbesar di Maluku Utara. Dan perusahaan pemilik lahan terbesar. Akibatnya bukaan pepohonan, clearing dll, pada kondisi demikian tersebut merupakan daerah rawah berbekas timbunan, pertumbuhan populasi penduduk meninggi, luas tata lahan telah digunakan, puluhan ribu penduduk bermukim hampir terbanyak merupakan orang-orang berstatus buruh karyawan pada perusahaan pertambangan nikel tersebut. Bencana alam berupa banjir tersebut lantaskah menyalahi sepihak. Dan membenarkan lainnya. Menurut hemat penulis, semua adalah telah terlanjur, pembangunan kontrakan (kost'an) dengan menguntungkan memperbesar laju usaha pemilik-pemilik tersebut. Tak hayal bila, pemukiman desa tersebut terdapat usaha-usaha tempat tinggal terdapat di mana-mana, ruang aktivitas menyempit, drainase berkurang, sistem pengendalian berkurang membuat potensi banjir dapat terjadi, membuat isu berkembang pesat dengan menyalahkan perusahaan, bukankah pada mulanya pemerintah, warga telah menerima, menyetujui aktivitas perusahaan itu beroperasi bai k pada sektor hulu maupun hilir, bilamana pemerintah telah menyetujui kemudahan usaha pertambangan maupun industri tentu pada gilirannya secara konsekuensi logis dampak pembangunan maupun aktivitas  pertambangan. Secara kontekstual berarti pemerintah bertanggung jawab dengan kepemimpinannya, kebijakan dilakukan mengevaluasi berbagai kendala-kendala memungkinkan terjadinya potensi bencana, kerusakan lingkungan dampak aktivitas industrialisasi maupun pembangunan.Menurut Carl Sagan (2018) kepemimpinan amat berperan penting dalam mendorong menyelesaikan problema mutakhir, baginya kepemimpinan masa depan adalah kepemimpinan sains yakni kepemimpinan mampu memberikan solusi atas masalah bencana, tsunami, banjir, gempa bumi dengan meminimalisir bahaya soal tersebut sehingga kepemimpinan sains dapat menjadi dasar kepemimpinan umat manusia.
  Kerapkali bencana merebak luas merupakan rentetan peristiwa bersileweran cara pandang kapitalisme dengan modal kecil tuk keuntungan besar, suatu dorongan pada sistem pasar untuk menguasai termasuk sumber daya alam, pemikiran-pemikiran modern dengan dalih globalisasi sehingga meletakkan industrialisasi sebagai lakon dalam pembangunan, pada kenyataan menimbulkan ketimpangan krisis mutakhir sosial, ekonomi, lingkungan deforestasi. Kerap pemerintah terus-menerus menjaga keterikatan atau hubungan korporatokrasi antara pemerintah, korporasi dan bank. Sebagaimana Fukuyama (2007) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada hubungan pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil (civil society). Pada mekanisme  pasar bebas kepentingan korporasi  kerap mendikte kebijakan pemerintah, sehingga aktiivitas eksploitasi untuk pertumbuhan ekonomi dihadapi, eksploitasi bencana ataukah solusi, eksploitasi masif tentu menisahkan berbagai bencana, bertumbuhnya produksi, seiring itu krisis lingkungan, ekonomi,. Masihkah eksploitasi bencana atau solusi. *Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah Pegiat Pertambangan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H