Mohon tunggu...
Ahlan Mukhtari Soamole
Ahlan Mukhtari Soamole Mohon Tunggu... Ilmuwan - Menulis untuk menjadi manusia

Perjalanan hidup ibarat goresan tinta hitam yang mengaris di atas kertas maka jadilah penah dan kertas yang memberikan makna bagi kehidupan baik pada diri, sesama manusia dan semesta dan Ketekunan adalah modal keberhasilan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kedaruratan Krisis Sumber Daya Mineral

7 Oktober 2020   15:49 Diperbarui: 7 Oktober 2020   16:33 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Ahlan Mukhtari Soamole

Pengesahan omnibus law dan revisi uu minerba No 4 tahun 2009 menjadi UU No 3 tahun 2020 seyogyanya  merupakan desain bersamaan, hiruk pikuk kebijakan konfrontatif itu karena kehadirannya pada perkembangan suatu kewaspadaan global di mana pandemi melimpahkan segala aktivitas perekonomian makro maupun skala perekonomian rakyat tak dapat menghalangi kepentingan elit dalam mengesahkan kebijakan tersebut. Nampaknya, kedaulatan rakyat terwakili di parlemen berubah menjadi pembukaman oleh dewan rakyat betapa tidak segala kebijakan dieksekusi melalui parlemen antara keputusan parpol nyatanya tak sesuai harapan rakyat.

Menurut Ander Gorz, ungkapan tepat diberikan kepada dewan rakyat di parlemen adalah mereka hanya selalu melakukan seremonial dan selebrasi politik suatu kepentingan elit. Dewan rakyat kehilangan kemerdekaannya sebagai instrumen rakyat untuk mewakili aspirasi rakyat. Sebagaimana diketahui percepatan pengesahan omnibus law dan revisi uu minerba, pemerintah berkeinginan dalam masa cepat terjadi pemulihan, perbaikan dan pertumbuhan ekonomi melalui penyederhanaan UU, anggapan lainnya perubahan itu sebagai upaya menggenjot suatu keterbukaan lapangan kerja untuk angkatan kerja ekstensif. Namun, di sisi lain substansi kebijakan pemerintah sangat bertentangan aspek lingkungan dan kertersediaan sumber daya mineral.

Pada aspek lingkungan , lajunya investasi tambang memungkinkan meningkatnya kerusakan lingkungan dari setiap aktivitas pembangunan eksploitatif, sebagaimana pembangunan aspek konstruksi pertambangan dimulai dari rangkaian eksplorasi, eksploitasi dan rpt, perubahan bentang alam tentu implikasi terhadap struktur wilayah daerah tertentu dalam jangka panjang.

Dalam 8 tahun terakhir 70 % kerusakan lingkungan di Indonesia akibat dampak aktivitas pertambangan. Kebijakan pemindahan ibu kota rupanya juga dapat membuat degradasi lingkungan dengan aktivitas bangunan infrastrktur di setiap titik-titik hutan wliayah hijau. Percepatan lajunya investasi tambang juga meningkatkan eksploitasi cadangan sumber daya mineral secara masif, artinya kelonggaran kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dapat mempercepat krisis sumber daya mineral.

Negara krisis sumber daya mineral tanpa penigkatan kualitas hidup manusia, mengalami suatu fase ketertindasan dan kemiskinan. Negara Zambia, Brasil, dan Indonesia merupakan ciri negara berkembang memiliki sumber daya alam melimpah penghasil emas namun taraf kemiskinan tinggi dialami rakyat. Ketimbang negara kurang sumber daya mineral namun maju dengan pengelolaan berdasar keadilan dan kemakmuran, sebagaimana Belanda dan Jepang suatu integrasi ekonomi seimbang karena kepercayaan rakyat (people trust)  terhadap pemerintah dan korporasi, berarti kemajuan ekonomi diukur berdasar kepercayaan (F. Fukuyama, 1992).

Secara eksplisit kebijakan pemerintah tak ketat akibat kepentingan merajalela pada elit, kehadiran para pemodal investor mendikte kebijakan negara (Susan George, 2002). Negara dalam kondisi genting keterlibatan publik dalam perencanaan dan pengaturan terpinggirkan, cara-cara investor menguasai bisnis kini menghendaki penguasaan Negara dan pengendalian terhadap publik.

Parpol-parpol di parlemen membentuk koalisi seperti tuan-tuan penjaga investor pemilik modal semestinya menjadi pilar demokrasi menjaga dan memperjuangkan aspirasi rakyat di parlemen. Menurut Thomas Ferguson dalam Noam Comsky (2015) mengatakan kekuasaan investor bisnis terhadap rakyat dan parpol di parlemen atau negara sebagai 'teori investasi politik' menurutnya negara dikendalikan oleh koalisi para investor bergabung  demi kepentingan investor bersama, dan sudah semenjak abad 19 telah terjadi perebutan kekuasaan di antara para kelompok investor.

Road model kekuasaan dibangun secara berkepentingan merupakan dasar untuk menguasai kekayaan sumber daya mineral dieksploitasi untuk keuntungan segelintir elit. Hal ini tentu bertentangan aspek konstitusi menghendaki kekuasaan rakyat adalah keutamaan dalam demokrasi, kedaulatan ditangan rakyat kemudian mempertegas kembali dengan nilai konstitusi mengatur penguasaan sumber daya alam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 bahwa Bumi, Air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh rakyat dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sesungguhnya implementasi omnibus law khususnya kebijakan pertambangan merupakan tindakan mempercepat krisis sumber daya (alam) mineral dan mempercepat keruntuhan terhadap dinamika pembangunan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun