Mohon tunggu...
Ahlan Zulfakhri
Ahlan Zulfakhri Mohon Tunggu... Praktisi Maritim -

Naval Architecture, Pendiri APMI, Praktisi maritim , ahlanzulfakhri.blogspot.com, www.pemudamaritim.com www.apmi.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjalanan Kekuatan Tempur Maritim Indonesia II

23 Agustus 2013   22:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:54 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun beberapa kemampuan khusus kapal-kapal yang dimiliki oleh ALRI salah satunya adalah Kapal cepat rudal kelas Komar memiliki kemampuan meluncurkan rudal anti kapal permukaan SS-N-2 Styx. Selain itu ALRI juga menerima delapan kapal cepat torpedo kelas Jaguar dari jerman barat, tiga kapal patroli kelas PGM-39 dan delapan LST eks AL Amerika. Berkat Alusista yang berasal dari Uni Soviet saat itu Indonesia menjai Negara yang memiliki kekuatan Laut terkuat. Hingga mampu berhadapan dengan belanda pada terpempuran Laut Aru walaupun harus melan korban karena Indonesia belum dilengkapi Torpedo. Kekuatan tempur yang besar saat itu mempunyai efek yang luar biasa, ditampah  kehadiran 12 kapal selam memiliki dampak yang significan sebagai sebuah simbol kekuatan tempur laut Indonesia. Alhasil Irian Barat mamapu kembali kepangkuan NKRI.

Seiring berjalannya waktu memasuki tahun 1971 dilakukan perubahan nama dari ALRI menjadi TNI, dan registrasi Kapal perang dari RI menjadi KRI. Sepanjang tahun 1970an diantara Alusista TNI AL di nonaktifkan dengan alasan sudah tidak layak pakai, dari situlah mulai didatangkan Alusista dari Barat. Memasuki paruh 1970an TNI AL menerima enam Kapal Selam jenis penyapu ranjau eks Amerika Serikat, yaitu dari kelas Bluebird. Adapun nama KRI tersebut adalah KRI Pulau Alor-717, KRI Pulau Aruah 718, KRI Pulau Anjer, KRI Pulau Impalasa -720, KRI Pulau Antong -721, KRI Pulau Aru 722.  Sejak tahun 1973 hingga 1990, TNI AL menerima empat kapal perusak  kawal (destroyer escort) eks AL Amerika kelas Cloud Jones dan delapan kapal patroli kelas Attack eks AL Australia. Kemudian antara tahun 1976-1977 indonesia mendapatkan empat kapal dari Australia yaitu KRI Samadar-851, KRI Sasila -852, KRI Sabola-853, KRI Sawangi-854, KRI Sadarin -855, dan KRI Salmaneti-856. Setelah itu indonesia menambah kekuatan laut dengan membeli tiga fregat kelas Fatahillah buatan Belanda, KRI Fatahillah-361, KRI Mahalayati-362 dan KRI Nala-363. Ketiga fregat tersebut dilengkapi rudal anti kapal permukaan generasi terkini buatan Prancis, MM 38 Exocet. Indonesia juga membeli empat kapal patroli berpeluru kendali yang disebut Patrol Ship Killer (kelas Dogger)buatan korea selatan, nama KRI tersebut antara lain KRI Mandau-621, KRI Rencong -622, KRI Badik-623 dan KRI Keris-624 keempat kapal tersebut dilengkapi dengan penyerangan rudal cepat. Kekuatan TNI AL pada saat itu terus berkembang sehingga pada tahun 1981 indonesia kembali memiliki dua kapal selam buatan Jerman Barat kelas 209/1300, kapal tersebut dinamakan KRI Caraka-401 dan KRI Nanggala-402. Kemudian Indonesia membeli bebrapa kapal latih fregat baru buatan Yugoslavia, yaitu KRI Ki Hajar Dewantara-364.

Kekuatan tempur TNI AL dari masa ke masa kian mengalami perkembangan sehingga harga diri bangsa pun kian terangkat. Inilah sistem yang diharapkan akan terus berkembang utuk menjadikan indonesia kian bermartabat. Namun pada tahun 1980-1990 beberapa kapal indonesai pun kian usang, karena termakan umur, pada akhirnya kapal- kapal tersebut hanya menjadi bangkai besi yang siap di museumkan. Harapan besar lahir kembali pada tahun 1992 ketika indonesia membeli 39 kapal perang eks Jerman Timur. Kapal-kapal tersebut terdiri dari 16 korvet kelas Parchim, 14 LST kelas Froch dan 9 penyapu  ranjau kelas Kondor. Jika kita melihat bahwa pengadaan Alusista mengedepankan aspek efisien dan penghematan ternyata dalam hal perawatan dan pemeliharaan justru membutuhkan anggaran yang sangat besar. Bahkan jika dihitung-hitung perawatan dan pemeliharaan jika dihitung-hitung mampu membeli kapal perang terkini. Karena masalah anggaran akhirnya TNI AL menonaktikan beberapa KRI dengan alasan biaya yang terlalu tinggi dalam hal perawatan. Walaupun pada akhirnya angin segarpun datang pada tahun 2000 Indonesia membeli  empat kapal perang jenis korvet  dan membeli tiga kapal angkut pendarat buatan Korea Selatan.

Melihat perjalanan kekuatan tempur indonesia kita dapat melihat bahwa ternyata hampir seluruh Alusista laut merupakan produk luar negeri, beberapa ada yang baru namun lebih banyak pemberian alias bekas. Inilah sebenarnya evaluasi besar bangsa Indonesia ketika hanya mampu menjadi negara penerima bantuan dalam peralatan pertahanan, notabennya pertahanan merupakan sebuah jatidiri dan privasi sebuah bangsa bukan hanya sekedar simbol negara. Mengapa Amerika dan beberapa negara lainnya selalu memamerkan kekuatan tempur negaranya. Sebenarnya Indonesia pernah mencoba untuk menjadi negara mandiri dalam pengadaan Alusista pada tahun 1945-1949 TNI AL pernah melakukan eksperimen kapal selam mini. Namun kerena keterbatasan berbagai hal proyek spektakuler ini bisa dikatakan belum mencapai tingkat maksimal. Perintisan tersebut terjadi kembali ketika era 1965 melaluli semangat “Berdikari” Berdiri di atas kaki sendiri alhasil dari upaya tersebut berhasil melahirkan dua kapal patroli KRI Kalahitam dan KRI Kelabang.

Sebuah kendala besar bagi pengembangana Alusista dalam negri adalah mahalnya dana riset untuk eksperimen Alusista sendiri. Akhirnya untuk menanggulangi hal tersebut TNI AL melakukan alih teknologi dengan Jerman dalam pembuatan kapal perang, dari upaya tersebut akhirnya lahirlah kapal patroli karya anak bangsa yakni PC-36 Kelas Boa (9 Unit)dan kelas Kobra (5 Unit), lalu jenis PC-37 kelas Viper (6 Unit) dan PC-40 kelas Krait semua kapal tersebut di buat seutuhnya dio PT PAL dan Fasharkan. Jika kita melihat perjalanan kekuatan tempur bangsa indonesia dari masa ke masa sebenarnya Indonesia sudah mampu melakukan upaya peningkatan teknologi kelautan. Sebuah karya anak bangsa baru-baru ini adalah KRI Klewang yang mampu kita banggakan. Jangan melihat bagaimana KRI Klewang terbakar namaun lihatlah karya anak bangsa yang sudah mampu berbicara untuk negaranya.

Orientasi bangsa indonesia seharusnya mampu diubah, jika kita melihat bagaimana cara memandang kekuatan bangsa ini, karya anak bangsa bertebaran di berbagai kampus tentang Alusista namun sayangnya itu semua hanya menjadi tumpukkan buka dalam perpustakaan kampus-kampus mereka. Bukan hanya dari segi kelautan bahkan udara dan daratpun sebenarnya sudah saatnya indonesia mamapu mengembangakan Industri pertahanannya sendiri. Upaya tersebut harus senantiasa di dukung oleh berbagai pihak dan berbagai cara untuk menuju Indonesia yang lebih bermartabat di mata negara lain. Pertahanan merupakan sebuah jati diri bangsa indonesia, yang harus dijadikan prioritas kedepannya. Memiliki Alusista yang kuat meruapakan kebutuhan mendesak. Semoga dengan kenaikkan anggaran yang hampir mencapai 80 Trilun dapat memperkuat pertahanan Indonesia.

Jalesveva Jayamahe!!!

Salam Cinta untuk Maritim Indonesia

Sumber:

Angkasa edisi Koleksi Kapal Perang


Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun