Di beberapa negara seperti Singapura, pendekatan "zero tolerance" terhadap korupsi telah menghasilkan sistem yang lebih bersih dan transparan. Teo Chee Hean, dalam tulisannya Singapore's Approach to Combating Corruption (2015), menyebutkan bahwa pencegahan dan hukuman berat adalah kunci keberhasilan mereka dalam menekan korupsi. Kebijakan memaafkan koruptor dengan syarat pengembalian uang tidak akan mungkin diterapkan di Singapura, karena dianggap melemahkan integritas hukum.
Dampak Sosial dan Moral
 Memaafkan koruptor tidak hanya menciptakan ketidakadilan, tetapi juga melemahkan moralitas publik. Dalam bukunya, Moral Politics: How Liberals and Conservatives Think (Lakoff, 1996, University of Chicago Press), George Lakoff menjelaskan bahwa hukum adalah refleksi dari nilai-nilai moral masyarakat. Jika hukum memberikan kelonggaran kepada koruptor, maka moralitas masyarakat akan terkikis. Orang-orang mungkin mulai berpikir bahwa kejahatan besar dapat "dibeli" dengan uang, sedangkan rakyat kecil tetap menjadi korban ketidakadilan.
Kesimpulan
 Kebijakan memaafkan koruptor dengan syarat pengembalian uang hasil korupsi mungkin terlihat pragmatis, tetapi mengabaikan aspek keadilan, moralitas, dan integritas hukum. Korupsi adalah kejahatan yang kompleks dan berdampak luas, sehingga tidak sepatutnya diperlakukan seperti pelanggaran administratif. Hukuman yang adil, tegas, dan transparan adalah jalan terbaik untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Referensi
1. Bentham, J. (1789). An Introduction to the Principles of Morals and Legislation. London: T. Payne and Son.
2. Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. Cambridge: Harvard University Press.
3. Rose-Ackerman, S. (1999). Corruption and Government: Causes, Consequences, and Reform. Cambridge: Cambridge University Press.
4. Lakoff, G. (1996). Moral Politics: How Liberals and Conservatives Think. Chicago: University of Chicago Press.
5. Teo, C. H. (2015). Singapore's Approach to Combating Corruption. Singapore: World Sci