Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebanggaan sebagai Bangsa Indonesia

12 Agustus 2024   06:40 Diperbarui: 12 Agustus 2024   06:40 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebanggan Sebagai Bangsa Indonesia 

Oleh: Ahkam Jayadi

            Bangsa dan Negara Republik Indonesia secara perlahan dan pasti, tidak terasa sekarang ini kita sudah sampai di 79 tahun usia Kemerdekaan Negara Republik Indonesia (17 Agustus 1945 hingga 17 Agustus 2024). Sebuah perjalanan yang sangat penting dan strategis dalam upaya mengevaluasi perjalanan bangsa ini. Demikian juga dengan proyeksi ke depan apakah kita tetap berada pada jalur rel yang benar dan akan tetap berpijak pada rel yang sudah di canangkan oleh Konstitusi (Undang Undang Dasar 1945). 

Bahkan mungkin kita akan membuat rel baru dan menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan global yang terjadi saat ini dengan berbagai dimensinya. Perubahan yang tetap dalam ruang lingkup: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan negara sebagai entitas yang sistemik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

            Satu pertanyaan mendasar yang seringkali penulis munculkan adalah, Hal-hal apa saja yang sekarang kita bisa banggakan sebagai Bangsa Indonesia (sebagai sebuah keberhasilan pembangunan sebagaimana tujuan dibentuknya negara ini) setelah negara kita memasuki usianya yang ke 79 tahun kemerdekaan. Terlebih lagi bila kita bandingkan dengan pencapaian dari negara-negara lain secara umum dan khususnya sesama negara Asia atau Asia Tenggara.

            Dalam hal perampokan uang negara (uang rakyat)  yang kita lebih kenal dengan tindak pidana korupsi hingga kini masih menjadi masalah besar yang tidak bisa terselesaikan dengan baik. Pejabat publik (dari pusat hingga daerah) masih silih berganti menjadi perampok uang rakyat. Tindak pidana korupsi yang uang rampokannya semakin gila karena bukan lagi ratusan juta, milyaran rupiah tapi sudah hitungan trilyunan rupiah. Ada apa sech dengan bangsa ini separah itukah moral atau akhlak anak-anak bangsa ini sehingga masalah korupsi tidak pernah bisa di tuntaskan?

            Pada sisi tindak pidana korupsi (extra ordinary crime) jelas sekali kita tidak bisa berbangga bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada ranah ini kita malah harus menangis dan malu sebagai bangsa dan negara yang membanggakan ideologi Pancasila nya. Ideologi yang ternyata tidak mampu kita amalkan sebagaimana mestinya. Nilai-nilai Pancasila yang sebatas konsep dan tidak implementatif. Kita masih berada pada posisi kebanggan semu terhadap Pancasila dibandingkan dengan kebanggan yang realistis. Betapa ucapan, sikap dan perilaku kita masih jamak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

            Bahkan di era 10 (sepuluh) tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo kita dipertontonkan akhlak dan moral pejabat publik yang sangat memilukan. Pejabat publik yang sejatinya tidak layak untuk lolos menjadi pejabat publik. Bagaimana mungki pimpinan lembaga anti rasuah (Komisi Pemberantasan Korupsi) justru menjadi pelaku tindak pidana korupsi. Ketua Komisi Pemilihan Umum di pecat karena kasus asusila dan perzinaan. Kasus pemecatan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi karena pelanggaran etik berat. Sungguh sebuah peristiwa yang amat sangat memalukan, memilukan dan menghinakan kita semua sebagai bangsa dan negara yang penduduknya dikenal sebagai bangsa yang religius.

            Bagaimana mungkin para Menteri (pejabat negara) di era Presiden Joko Widodo ini masih silih berganti melakukan tindak pidana korupsi dan berbagai bentuk kejahatan lainnya. Demikian juga di tengah tindak pidana korupsi yang dilakukannya mereka masih juga berbagangga dengan prestasinya bahkan dengan tanpa rasa malu tidak mau mengakui tindak pidana korupsi yang dilakukannya dengan berbagai dalih yang justru pada akhirnya memperlihatkan kemunafikannya sebagai pejabat publik yang pandai bersilat lidah dan pandai memutar-balikkan fakta demi menutupi kejahatan yang dilakukannya.

            Dalam kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Syahrul Yasin Limpo (mantan Menteri Pertanian) yang juga seorang Doktor di Bidang Hukum bahkan juga bergelar sebagai seorang Guru Besar (Profesor di Bidang Hukum). 

Bagaimana mungkin orang seperti itu bisa tetap melakukan tindak pidana korupsi. Hasil tindak pidana korupsi yang kemudian dinikmati oleh keluarganya (anak isteri dan cucunya serta kolega lainnya). Bahkan tindak pidana korupsi yang kasak mata dilakukan dengan cara memeras bawahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun