Terlebih lagi bila kita melihat perkembanan kehidupan sekarang dengan semakin kuatnya nilai-nilai hukum sekuler (ex. KUH Perdata). Banyak masyarakat apalagi di berbagai Negara maju (baik penganut system hukum Anglo Saxon maupun Eropa Kontinetal) dalam memahami dan mamaknai hidup dan kehidupannya adalah tunduk dan patuh pada nilai-nilai dan prinsi-prinsip hukum perdata sekuler.Â
Dengan demikian sebuah pernikahan misalnya dimaknai sebagai hubungan perdata (sebuah ikatan perjanjian yang semata bersifat pribadi dan duniawi) semuanya bernuansa profan di dalamnya. Mahkamah Konstitusi bahkan sudah memutuskan untuk tidak membenarkan pengesahan pernikahan beda agama dalam Putusan No. 68/PUU/XII/2014 (Zeinudin & Ariyanto, 2021).
Uraian di atas semakin jelas ketika kita melihat bagaimana saudara-saudara kita yang tergabung di dalam kelompok Lesbian, Gai Bisex dan Transpuan yang menghendaki Negara (pemerintah) mengakui adanya pernikahan sesama jenis. Termasuk fenomena aneh yang banyak kita saksikan adanya yang menikah dengan kambing, menikah dengan boneka dan yang lainnya.
Tugas berat dari pemerintah, politisi, tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama adalah membuat visi dan misi yang sama tentang eksistensi dan hakekat nilai-nilai agama di dalam mengatur kehiduan baik sebagai pribadi terlebih lagi sebagai sebuah komunitas umat beragama baik intern umat beragama maupun antar umat beragama sehingga tidak ada institusi Negara apalagi institusi agama yang mau melayani dan melakukan pernikahan terhadap penganut atau pemeluk suatu ajaran agama yang berbeda.#
Makassar, 7 September 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H